Rasa itu tetap sama -1-

2 Agu

Pernah merasa kecewa akan perubahan rasa masakan, makanan atau minuman? Sering mungkin ya. Amat sangat sulit menjaga kelangsungan rasa, image atau mutu dari suatu barang atau produk. Di Jepang banyak sekali program TV yang memperkenalkan toko atau restoran baik yang baru maupun lama. Dan biasanya persis sehari sesudah penayangan di televisi, restoran itu langsung dipadati pengunjung. Semua berlomba untuk mencoba, mencicipi restoran itu sampai terjadi antrian yang panjang. Pasti. Tapi biasanya itu tidak berlangsung lama.

Restoran yang bisa bertahan adalah mereka yang tetap memegang “tradisi” mereka sejak awal mula. Mungkin itu berupa “target” satu hari berapa piring, karena banyak misalnya restoran ramen yang hanya menyediakan misalnya 100 mangkok mie/hari. Kata kokinya lebih dari 100 mangkok supnya akan tidak memadai dan tidak enak. Selain itu ada pula yang tetap memakai bahan-bahan yang sama. Sebuah toko udon di dekat rumahku, hanya memakai bahan dasar tertentu yang dipanen hari itu saja. Jika tidak ada panenan ya tidak dijual. Mereka tidak tergiur untuk meraup keuntungan “instant” dengan banyaknya pembeli yang datang. Kalau mau mencoba masakan kami silakan antri!

Malam itu tanggal 24 Juli 2011, kami bertiga memasuki sebuah restoran yang antik, jika tak bisa disebut kotor. Aku tak menyangka akan menjumpai restoran seperti ini di jaman sekarang saat semua restoran berlomba mempercantik diri untuk menyambut pengunjung. Lagipula ini Jakarta bung, mas, mbak, non! Memang sudah gelap waktu kami datang (pukul 19:30-an) , sehingga…yah masih terkesan antik. Coba kalau siang …duh mungkin aku akan mikir-mikir dulu untuk masuk. (Dan WC nya menurut penilaian Putri parah! Padahal menurutku masih OK-OK saja)

suasana di Es Krim Ragusa

Tanpa AC, tanpa pelayan yang menyambut dengan buku menu. Kami masuk langsung “merebut” sebuah meja dengan 4 kursi rotan. Mau pesan? Putri Usagi yang memang sudah pernah ke sini, langsung angkat pantat dan mengambil menu dari tempat kasir. Aku sebenarnya ingin memesan Tutti Frutti (teringat menu yang sama yang keluarga kami pesan dulu di Es Krim Rendesvouz, Blok M) tapi sudah habis katanya. Demikian pula cassata siciliana yang dipesan Prima sudah habis. Sebetulnya untuk kategori restoran jenis yang disediakan tidak banyak. Bisa bandingkan dengan deretan menu es krim di Pisa Cafe yang cukup banyak.

Es Krim Italia Ragusa, Spagheti (kiri) ada lelehan tuh di piringnya (suatu pemandangan yang tidak ada di Jepang...mereka sajikan pasti rapi dan berpiring :D) kemudian kanan penampakan 2 jenis lainnya

Akhirnya pesanan kami datang setelah menunggu cukup lama, sampai perlu ditanyakan oleh Putri apakah es krim kami masih dibuat :D. Meskipun tentu saja waktu menunggu tidak kami sia-siakan untuk bernarsis-ria. Aku lihat hanya ada 3 orang yang melayani satu restoran dengan lebih kurang 10 meja. Tiga jenis es krim yang tekturnya halus dan ringan terhidang di atas meja kami. Rasa susu tidak mendominasi es krim sehingga jika mau, kita bisa makan es krim ini berapapun banyaknya. Maklumlah es krim ini handmade dan tidak memakai bahan pengawet (Karena itulah stock barang juga tidak banyak ya).

Makan es krim aja mesti bergaya dulu 😀

Hanya satu yang aku sayangkan di sini, yaitu pisang yang dipakai untuk banana split. Memang pisang itu susah-susah gampang. Gampang didapat dan gampang rusak (busuk) juga. Mungkin waktu aku makan aku mendapat bagian pisang yang sudah lembek sehingga mengeluarkan rasa “aneh” waktu tercampur dengan es krimnya. Tapi secara keseluruhan es krim Ragusa ini memang enak. Meskipun mungkin bagiku restoran ini tidak akan terdaftar dalam list “wajib dikunjungi berkali-kali”. Faktor lokasi yang jauh dari rumahku salah satunya faktor yang menghalangi aku pergi ke sana lagi. Tapi jika Anda mau membeli es krim yang bermutu, sekaligus membeli sejarah, maka restoran ini patut dicoba. Aku berharap tradisi yang sudah dijaga sejak tahun 1932 akan dapat terus dijaga dan dipertahankan. Sehingga rasa es krim yang dicicip meneer-meneer dan mevrouw-mevrouw di jaman kolonial Belanda masih dapat diwujudkan dan dirasakan oleh generasi kita dan selanjutnya.

Ibu dan anak berdiri sejak tahun 1932... tua dong (FOTO BY PRIMA)

34 Replies to “Rasa itu tetap sama -1-

  1. thank you tante…….buat traktirannya..
    malam itu aku ngerasa beruntung banget…
    beruntung bisa kenal tante Em..yang sumpah amazing banget….

    tadi aku baca comment tante Em,,di blog inyiak,,
    dan aku terharu banget bacanya….

    Ragusa emang klasik,,,
    ketika orang lain sibuk membuat mereka menjadi kuno
    Ragusa mah beda..
    mereka memang klasik, dan rasanya seperti kembali ke masa lalu.. 🙂 🙂 🙂

  2. seingatku aku baru sekali ke ragusa mbak. emang interiornya jadul. di jogja ada tuh tempat makan es krim kaya ragusa gitu. namanya tip top. rasanya mirip2 es krim di ragusa. sama jadulnya interiornya. tapi emang rasanya ragusa itu kurang ramah ya pelayannya. aku kadang kembali ke suatu tempat makan karena ingat pelayannya ramah loh.

  3. berarti wajib coba dong klo buat yg blom pernah mah yah?
    cuma, kudu dicatat, klo mo ke sana ya kudu pipis dulu dari luar, biar ga usah pusing sama kondisi toiletnya hehehe
    satu lagi: wajib bawa kamera ya? xixixi

    ok deh ….tulisannya bagus banget!!!! ****hahahahaha …… jangan dihapus komen ini ya hahahahaha***

  4. Ragusa memang terkenal sejak dulu …

    Saya ingat pertama kali menyantap es krim disana itu waktu saya kelas 4 – 5 SD … Tahun tujupuluhan … dan interior itu tidak banyak berubah sampai sekarang

    Salam saya EM

  5. saya kok gak pernah terlalu suka ama es krim ragusa ya.
    kalo di jakarta, es krim yang saya paling suka ya olino. kalo di surabaya, zangrandi.
    udah 2 itu es krim terenak (versi saya) yang made in indonesia. 😀

  6. Mel.. restaurant ini sudah ada sejak orgtuaku masih kecil.. dan memang seperti itulah rasanya. Yang pasti setiap kami datang ke daerah “KOTA” ..adalah keharusan untuk mampir dan mencicipi ice cream di sini. Tidak lupa sate ayam dan rujak juhi diluar nya. hmmm

  7. yup…aku blom pernah kesana 😀 *norak ya mbak*
    Aku pecinta es-cream rasa dan tampilannya….kok sayang ya katanya bersejarah dan enak tapi ndak didukung oleh penampilan yg ciamik.

    Kapan-kapan aku coba deh 😉

    • Kita sama Ri….
      kalau gitu, kita nanti kesana barengan ya… 😀

      Malam itu, kalau belum terlanjur janji ketemu teman di Ciputat, sudah kuikuti gerombolan itu ke sana..
      Bukan semata karena es krim-nya, tapi karena kebersamaan dengan sahabat-sahabat baik itu, amat sayang untuk dilewatkan 🙂

  8. Imel, ini yang didaerah jalan Veteran ya?
    Duluu…rasanya senang jika dapat traktiran disana..maklum kantorku kan letaknya di jalan Veteran (sekarangpun masih ngantor ke sana seminggu sekali). Es cream nya memang enak….tapi berhubung saya hanya bisa minum es jika dan hanya jika badan lagi fit, saya tak pernah memaksakan diri ke sana sekarang…apalagi rumahku di daerah Selatan. Dulu, karena dekat kantor….dan makannya pas jam istirahat, plus ditraktir pula.

    Btw, kalau bubur ayam sih mau…hehehe…cuma karena puasa ditambah macetnya minta ampun, ya tetap pilih berbuka dengan masakan ala “Tiah”.

  9. dulu makan di ragusa nggak terlalu impressed juga sama rasanya. tapi jajanan yang diluar tokonya tuh bener2 enak deh, hahahahahah.

    yang sekarang saya kangen tuh es krim medan… dulu jualannya pake sepeda keliling kompleks, makannya pake cup atau roti tawar…mirip kayak disini sih, tapi tekstur es krimnya lebih kampung kayaknya, heheheheeh

  10. Wah…Mba Mel…jadi nyesel ga makan dulu…. waktu masih kerja di Jakarta, sering ngeliat tuh…cuma ga pernah masuk…. soalnya ya gitu deh mba, waktu dulu liat tempatnya masih ragu buat masuk…apalagi kata temen2 selalu bilang jorok…tapi pas liat ice creamnya….menggiurkan…..
    Andaikan aku di jakarta, aku pengen ikutan kopdar nih…..

  11. kayaknya kalo saya gak cocok deh dengan es krim model lama inih…
    memang “home made”… tetapi ttg rasa masih lebih enak yg baru..

    hihihi siang siang puasa mbayangin es krim ….. .. mantabb…

  12. Oh jadi ini yg kisah nongkrong ikutan anak muda kencan di Ragusa ya mbak. Aku baru sempat baca sekarang ini.
    Aku baru sekali ke Ragusa itu, dan menurutku sih ya enak, tp tidak banget-banget. Kalau dekat rumahku, aku pqsti sering berkunjung (utk nongkrong santai), tapi kalo jauh ya g bela2in 😀

  13. Acara kopdar lanjutan ini gak ganggu kok mbak, malah kita seneng, ditraktir, hahahahha… karena memang putri pernah janji mau ajak saya ke sini, karena dekat dr monas, eh gambir, jadi ya sekalian pulang… 🙂

  14. lho koq …saya ga pernah komentar di postingan ini yah??…*sungguh terlalu*….ternyata setahun itu cepat banget berlalunya ya mbak….time flies so very fast….

  15. haiii tante em,,,
    udah lama gak berkunjung…
    tadi liat sisi sebelah kanan ada widget “today in history”
    4 tahun yang lalu yaa pertama kali kita ktmu dan kopdar di ragusa,,
    time flies ya tante,,,,,
    kayanya baru kemarin ketemuaan…

Tinggalkan Balasan ke Farijs van Java Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *