Sesuatu yang Rusak

31 Mar

Aku ingin memperkenalkan adik iparku yang bernama Ryoko Oguchi (42, penyair). Lulusan Universitas Waseda dan namanya mulai mencuat karena mendapat penghargaan Kadokawa Tankasho tahun 1998. Setelah itu dia sudah menerbitkan 3 buku berjudul “Hai Lian”, “Tohoku” dan “Hitakami”, yang masing-masing juga mendapat penghargaan di bidang Tanka Jepang. Dari judul bukunya saja, kecuali Hai Lian (nama tempat di Cina), Tohoku dan Hitakami adalah nama yang sekarang menjadi topik sejak Gempa Tohoku 11 Maret, yang besok menjadi 3 minggu.

Dan kebetulan tanggal 27 Maret yang lalu, tulisannya dimuat di koran Mainichi Shimbun, dan aku ingin share pada teman-teman, dengan menerjemahkan tulisannya. Sebuah tulisan dari salah seorang korban gempa.

Sesuatu yang Rusak

dari daerah gempa Higashi Nihon Daishinsai

Empat belas hari sesudah gempa, ketika aku menulis artikel ini. Berada di Sendai dengan listrik dan air mati berkelanjutan, aku mengumpulkan informasi lewat surat kabar dan radio, dan kadang-kadang antri untuk makanan dan air minum. Dikejar-kejar dengan waktu untuk mencari keberadaan teman-teman, sambil terus membujuk anak lelakiku yang ketakutan setiap terjadi gempa susulan.

Tak bisa mandi, bahkan kadang lupa cuci muka. Bahkan hari-hari berlalu tanpa diketahui lagi ini hari apa atau jam berapa. Dua minggu yang berlalu begitu cepat, tapi tak sebait puisi pun bisa tercipta.

Di lain pihak 2 minggu ini aku berasa menjadi tua. Kehidupan 6 bulan yang lalu, seakan-akan sudah lama sekali berlalu. Lifeline (air, gas, listrik) hampir pulih sempurna, barang-barang pun sudah mulai beredar. Tapi kehidupan normal seperti sebelum gempa, sama sekali tidak terasa.

Apa yang terasa benar-benar rusak? “Sesuatu” itu yang sampai sekarang tidak bisa kujadikan puisi. Tersiksa oleh frustasi dan ketidakberdayaan.

Waktu itu, kebetulan aku berada di rumah, di Sendai.

Kebetulan kami bertiga berada dalam kamar yang tidak berperabot besar.

Kebetulan kami tidak pergi ke taman “dekat laut” yang disukai anak lelakiku.

Dengan “kebetulan-kebetulan” yang bertumpuk itu, aku sekarang hidup. Hanya bersyukur dan berterimakasih…. dan itu menakutkan.

Sambil diterangi lampu senter, saat itu kami bertiga berkumpul, kami makan berbagi satu bungkus cracker. Sambil gemetar dan tahu bahwa cracker ini adalah satu kemewahan.

Dari TV yang berada di kantor pos, kami mengetahui keadaan Stasiun Sendai, Bandara, kota yang pernah kami tinggali Ishinomaki, pelabuhan, sungai Hitakami. Semua pergi kemana? Informasi tentang desa di Iwate yang pernah kukunjungi waktu mahasiswa tidak ada. Semua bagaimana ya?

Meskipun aku berada di Tohoku, aku tidak mendengar suara Tohoku. Rintihan, teriakan sama sekali tidak terdengar. Di telingaku hanya ada suara dengung pejabat tinggi dari studio di Tokyo.

Di televisi, berita mengenai musibah ini tak putus-putus. Tentang gempa, tentang tsunami, tentang kecelakaan PLTN, kata-kata yang begitu banyak melimpah ruah sekaligus, sehingga terasa menghapus suara warga yang terkena musibah. Dan ini membuatku langsung menjauhi televisi itu.

Salah satu yang rusak oleh gempa ini mungkin adalah “Perspektif  Bahasa”.  Sekarang yang aku ceritakan bukan bahasa diriku sendiri, tapi bahasa “siaran berita” . Yang kudengar tadi malam, bukan suamiku tapi mungkin suara orang mati. Dalam perspektif yang tidak jelas demikian, kuingin sesuatu yang jelas seperti puisi (Tanka).

Kalau dilihat dari sisi orang-orang yang melewatkan hari di pengungsian, atau mereka yang ditinggalkan kekasih mereka, puisiku juga akan menjadi tidak jelas. Tapi aku tetap ingin membuat puisi dari kenyataan yang ada di depan mata. Setelah ini mungkin akan banyak tercipta puisi yang tercetus dari musibah gempa ini. Dan bait demi bait akan kuresapi dengan semangat untuk bangkit kembali. (Ooguchi Ryouko – Penyair- Mainichi 27 Maret 2011)

 

NB: Kami sebenarnya ingin sekali pergi ke Sendai, menjenguk mereka. Tapi kemarin adik Gen mengatakan bahwa Ryoko sedang berada di Kobe untuk acara puisinya. Lagipula jangan datang ke Sendai. Masih banyak mayat yang belum terurus karena jumlah begitu banyak 🙁 Jadi belum pantas untuk dikunjungi.

 

29 Replies to “Sesuatu yang Rusak

  1. k imel sayang, terima kasih buat share-nya..
    baca terjemahan dari apa yang beliau tulis, bikin kerongkongan eka tercekat, sekaligus yakin they can overcome this kind of obstacle.. SALUT…
    Btw, Miyashita d twin ternyata jatuh cinta sama perempuan2 yang jago merangkai kata2 yaa? *wink*

  2. Speechless….
    Tak bisa berkata-kata…
    Membayangkan waktu yang tak kembali lagi….

    Dua tahun 2 bulan setelah gempa dan tsunami ke Aceh, saya mendapat tugas ke Banda Aceh, setiap keluarga punya cerita yang menyayat hati…hampir tak ada satupun keluarga yang kembali seperti semula….ada saja keluarga yang jadi korban, saya harus sangat berhati-hati mengeluarkan percakapan.

    Semoga semua diberi ketabahan…..

  3. Hal berat, kalau sudah dibagi2 lewat cerita saya yakin meski sedikit akan bisa mengurangi beban yg dirasa. Secara Fisika mungkin hukum ini nggak berlaku, karena ilmu hidup itu nggak cuman fisika.
    Persoalan dan beban itu bukan angka2 yg bisa dikalkulasi secara matematis.
    Dan semoga kisah yang dibagi via koran lalu dibagi2 lagi lewat blog ini makin meringankan yang kebebanan…
    Maaf ya Bu Em, kalau bahasa saya ruwet…

  4. Mungkin secara fisik semua kembali normal seperti semula, tapi guncangan yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami itu juga mengguncang jiwa yang mengalaminya, seperti ketika aku baru saja selamat dari peristiwa yang nyaris saja merenggut nyawaku, mungkin tubuhku tidak kurang suatu apa rasa shock itu masih ada dan perlu waktu untuk mengembalikannya seperti semula. Apalagi ini musibah yang besar dan luar biasa, bukanlah yang mudah melihat kehancuran dimana-mana, keluarga-keluarga yang kehilangan, walaupun bukan kita mengalami, tapi kita dapat merasakan penderitaan mereka. Tapi sebagai penulis Ryoko dapat mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, Aku terharu membacanya Mbak Imel. Semoga segalanya kembali seperti semula.

  5. Ah memang semua tak bisa di duga,
    Tapi kekuatan dalam menghadapi masalah tampak jelas disana

    Salut untuk semua yang dengan tegak menghadapinya

  6. Semoga segera normal kembali ya mbak..
    keluarga sepupu mbak dapat kembali memperbaiki “sesuatu” yang rusak itu, dan kembali merasakan kenyamanan seperti sebelum gempa.. 🙂

    salam sayang untuk keluaraga mbak Em

  7. ketika keadaan berubah, tak bisa kembali ke keadaan semula… rasanya ikut terbawa sampai ke hati waktu baca terjemahan tadi. membayangkan sesuatu yang tadinya ada tiba-tiba hilang … rasa takut, trauma… pasti ada.
    semoga cepat bangkit dan pulih untuk jiwa dan semangat mereka yang menjadi korban ya

  8. sedih sekali membaca tulisan Ryoko, dia yang penyair saja sampai kesulitan begitu memilih kata menjadi bait2 puisi 🙁

    saya tidak dapat membayangkan apakah saya dapat sekuat kalian melewati bencana ini

    kata2 penghiburan yang tulus semoga dapat menjadi sedikit pelipur ya mba Em

  9. duh…duh…
    mbacanya rada rada gimanaaaaa gitu…
    sangat tersentuh dengan kata kata
    …cracker itu suatu kemewahan….

    *agak merinding gitu mbacanya*
    simple but touchy…

    Semoga semuanya cepat membaik ya mbaaaaa…
    salam hormat juga buat adek iparnyaaa…

  10. mbak imel, aku telat baca postingan ini. tapi ketika membaca tulisan ini aku jadi berpikir bahwa sebetulnya aku dilimpahi oleh kemewahan-kemewahan yang selama ini kurang kusadari…

Tinggalkan Balasan ke Yustha Tt Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *