Persiapan ala Imelda

23 Mar

Sebelum mulai bercerita aku ingin sharing tulisanku tadi siang:

“jika bibirku matirasa akibat ciumanmu, aku tak mengapa… tapi….”

Ya… bukan mau romantis-romantisan sebetulnya. Itu aku tulis karena bibirku DOWER, bebal terus sampai 3 jam lebih! Bukan karena dientup lebah sih (apalagi dicium cowok ganteng) , tapi karena dibius oleh pak dokter gigi. Ceritanya tambalan gigiku mau diganti, atas bawah sekaligus, jadi mungkin dia takut aku kesakitan, dibius deh. Gebleknya lagi setiap selesai menggerus tambalan lama, dia suruh kumur-kumur kan. Nah bagaimana bisa kumur-kumur benar kalau bibir kiriku kaku begitu. Yang ada air kumuran muncrat ke lantai hahaha.

Padahal tadi siang aku beli Pizza tuh, memenuhi permintaan Riku. Dia besok terima rapot dan masuk liburan. Aku juga malas masak lunch karena biasanya dia makan di sekolah. Tapi hari ini dia pulang jam 12:15 jadi tanpa makan siang bersama. Gara-gara bibir dowerku ini, aku tidak bisa enjoy Pizzanya.

Ok stop soal bibir…. sekarang masuk ke masalah sebenarnya.

Memang orang-orang di Indonesia ribut semua soal radiasi akibat PLTN yang masih belum selesai juga masalahnya. Padahal sebetulnya jumlah/kadar  radiasi yang terkandung dalam udara di atas Shinjuku Tokyo itu masih sangat kecil. Jauuuh lebih besar kadar radiasi yang diterima dalam penerbangan Tokyo-New York pp. Jadi tidak usah khawatir, karena toh Tokyo berada 250-300 km dari Fukushima. Lagipula jika terjadi penyebaran radiasi lewat udara, masih bisa ditanggulangi dengan mandi, mencuci pakaian keseluruhan, dan memakai masker/baju lengan panjang.

Tapi memang yang harus diperhatikan penyebaran radiasi lewat makanan, karena bisa langsung masuk ke dalam organ tubuh. Itu adalah radiasi yang menempel pada produk sayur/ladang dari daerah sekitar Fukushima. Ini memang sudah aku pikirkan juga sejak mendengar masalah di PLTN Nuklir ini. Sudah sejak seminggu lalu itu aku berpikir soal bayam dan sayuran lain. Karena itu waktu minggu lalu aku belanja dan melihat bayam hasil ladang tetangga, aku langsung beli. Cuci dan rebus sebentar. Tiriskan dan masukkan plastik untuk dimasukkan di freezer. Sayangnya kurang banyak belinya 😀 Jadi sekarang sudah habis hehehe.

Kandungan bahan radiaktif/radiasi di daerah Fukushima dan sekitarnya itu memang lebih tinggi dari biasanya. Padahal jika kita mencuci sayur tersebut dan memakannya satu/dua kali tidak akan berpengaruh pada kesehatan, tapi standar kesehatan makanan Jepang tinggi sekali maka pemerintah melarang peredaran beberapa sayur dan susu, hasil bumi Fukushima antara lain bayam, kolbrokoli, kol kembang–yg berasal Prefektur Fukushima, dan susu sapi dan sayur peterseli yg asal Prefektur Ibaraki.

“Mensesneg Yukio Edano, menyangkut hasil pertanian yg terkontaminasi radiasi, dalam jumpa pers, mengumumkan ttg pembatasan peredaran. Yakni sebanyak 13 jenis sayur-sayuran + susu sapi dari Prefektur Fukushima, sebanyak 4 jenis sayur dari Prefektur Ibaraki, sebanyak 2 jenis sayur dari Prefektur Tochigi, juga 2 jenis sayur dari Prefektur Gunma.”

Jadi tentu saja ada hasil sayuran dari prefektur lain yang menggantikan rak-rak sayur di toko-toko dan supermarket. Selama kita tidak membeli produk dari daerah itu (yang sudah pasti tidak beredar lagi) tentu saja aman membeli bayam dari daerah lain. Tapi ya begitulah secara psikologis, warga sudah “takut” pada bayam, jadi tidak berani membeli. Seperti yang Nesta juga katakan padaku, “Mbak, aku tadi masih ngeliat bayam di toko sayuran, tapi numpuk gitu..seperti orang-orang takut mo beli bayam kali ya..hihi”

Langsung kujawab: “waaaahhh mustinya kamu beli Nes, apalagi kalau itu dari kyushu, krn g terkontaminasi dr Fukushima, ibaraki, chiba. Kalau dr selatan, mending beli, trus cuci lama2 dibawah air keran. rebus sebentar, tiriskan lalu masukkan freezer. sip tuh. Cara ini jg bisa utk brocoli, sawi. Daun bawang diiris tipis2 masukin feezer.”

Jangan takut dan curigaan ah, karena aku yakin pemerintah Jepang tidak akan ngapusin, merekayasa angka-angka yang berkaitan dengan kesehatan orang Jepang. Karena mereka juga tidak mau dituntut kelak. Membayar ganti rugi pada rakyat dengan merekayasa angka itu akan jauuuuh lebih besar daripada kerugian saat ini. Semoga besok aku masih melihat bayam di rak toko, dan membelinya 😀

Tapi hari ini  memang ada pengumuman ini dari KBRI Tokyo,

“Perhatian bagi WNI di Tokyo 23-ku, Musashino-shi, Mitaka-shi, Machida-shi, Tama-shi dan Inaba-shi: agar tidak menggunakan air yang bersumber dari keran untuk keperluan konsumsi balita, khususnya bayi. Pemerintah Metropolitan Tokyo hari Rabu 23/3 telah mengumumkan bahwa salah satu sumber airnya telah terdeteksi radioaktif Iodine 131 sebesar 210 Bq/kg, melebihi batas 100 Bq/kg yang diperbolehkan untuk balita/infant.”

Jadi memang air minum dari keran sudah terkontaminasi, tapi kandungan 210 Bq/kg itu masih dibawah batas yang dikonsumsi orang dewasa yaitu 300 Bq/kg. Masih AMAN!

Tapi sudah pasti dong, terjadi pembelian mineral water besar-besaran di Tokyo, karena semua jadi takut minum air keran. Imelda? Belum beli, karena sebenarnya sejak gempa terjadi, aku belum pernah melihat botol air mineral di rak toko. Ntah di sekitarku saja atau aku yang “kesiangan” ke tokonya hehehe. Tapi…aku ada sedikit cadangan air aman. Jadi setelah terjadi gempa, aku selalu mengisi penuh bak mandi dan mesin cuci dengan air keran. Selain itu semua botol plastik yang aku punya, aku isi dengan air keran matang. Ini adalah standar persiapanku untuk menghadapi gempa. Sayang biasanya aku suka membeli air mineral botolan dalam dus, tapi kebetulan pas gempa terjadi benar-benar kosong.

Jadi mumpung masih dalam batas wajar untuk orang dewasa, aku terus mengisi botol kosong dengan air keran matang (yang sudah direbus dan didinginkan). Untuk Kai aku berikan air RO yang diambil dari supermarketku. Semoga besok aku bisa mengambil air RO dan tidak antri hehehe.

Memang kalau bayi minum air yang mengandung kadar iodine-131 tinggi, apa akibatnya pada tubuh? Menurut Dr Novi, adikku, iodine memang larut di air, jadi tidak hilang dengan merebusnya. Dan jika dikonsumsi banyak akan ditimbun di badan dan menyebabkan pembengkakan kelenjar tiriod (amandel).

Nah, aku memang kasihan pada bayi yang memang harus minum air susu botol (bukan ASI—dulu Riku dan Kai juga pakai susu botol, karena ASI-ku tidak keluar). Tapi memang dulu aku juga sering membeli air khusus untuk bayi. Konon mineral water juga tidak baik untuk bayi karena ada tambahan-tambahan mineral yang tidak baik jika banyak dikonsumsi bayi. Cocoknya memang RO water deh.

Tapi mendengar berita di bawah ini aku jadi lega juga. Pasti deh pemerintah dan pemerintah daerah memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu. Aku yakin juga misalnya seandainya loh, terjadi warga Tokyo tidak boleh minum air keran, akan ada pembagian air kepada seluruh warga.

Pemkot Tokyo, tgl 24 Mar.2011 akan membagikan air botol (550 mm liter) sebanyak 240 ribu botol kepada keluarga yg punya bayi berusia bahwa 1 tahun sebanyak 80 ribu orang. Setiap keluarga dibagi 3 botol melalui kantor distrik, kantor walikota, dan kantor kecamatan dsb. Pembagian direncanakan akan terus dilaksanakan sehingga Pemkot Tokyo telah minta peningkatan produksi kepada para produsen.

Jadi yang mau kutulis di sini sebenarnya adalah:  Siapkan terus air minum cadangan dan usaha menyimpan sayur dan bahan makanan lain yang siap olah dengan memanfaatkan freezer. Aku bahkan sudah sempat menggoreng dendeng, ikan teri dan ikan asin sebagai lauk jika terjadi pemadaman listrik/gas di wilayahku. Dengan adanya rencana pemadaman listrik bergilir sebetulnya membuat kita juga tetap waspada. Aku selalu siap dengan nasi dan lauk yang bisa dimakan kapan saja. Dan sebagian sudah aku masukkan ke dalam tas “pengungsian” tas yang selalu kami persiapkan jika harus mengungsi yang isinya: Baju dalam, kaus kaki, radio untuk mendapatkan informasi, batere, senter, gunting, band-aid, kapas, cairan sanitizer, pembalut wanita, tisu basah, nasi tahan lama, alumunium foil untuk penghangat badan dll. Khusus untuk radio  sekarang selalu masuk tas sehari-hariku. Tas ini selalu ada di dekatku dan sebelum tidur pasti aku taruh di atas kepala. Gempa susulan masih cukup sering terjadi tadi pagi …. semoga semakin berkurang deh.

Yang penting jangan terbawa emosi, pakai akal untuk mengantisipasi keadaan terburuk. Tetap tenang. Tak ada telur, ya jangan buat kue. Tak ada susu, ya jangan makan pagi cereal. Tak ada roti ya makan nasi (wah konsumsi nasi keluargaku pasca gempa bener-bener meningkat loh, mungkin aftershock effect ya hehehe. Udah gitu makannya nasi +ikan asin +sambal hahaha…. untuk teman di Indonesia pikir iiiih kok makan murah, tapi buat kami di sini ikan asing dan sambal adalah makanan mewah wah wah deh)

“Tak ada rotan akarpun jadi”. Kita kan sudah punya peribahasa itu.  Bayangkan pengungsi yang sekarang tidak punya apa-apa, bahkan makanpun musti menunggu pengasihan orang 🙁 Kita musti selalu bersyukur bahwa kita masih bisa makan dan tidur di tempat hangat.

Aku tutup posting hari ini sambil berdoa semoga aku bisa tetap tenang dan tidak panik dalam keadaan apapun juga. (karena parno bin panik itu amat mudah menular loh!)