I am Blessed

6 Agu

Sudah sepuluh hari aku berada di Jakarta. Begitu banyak yang aku ingin tulis, satu-per-satu. Tapi inti dari semuanya itu aku bersyukur bahwa aku beruntung, aku dianugerahi keluarga, saudara dan sahabat yang begitu baik. Pesta ulang tahun papa, vacation ke Tanjung Lesung bersama sahabat karib, berbagi bersama anak-anak SLB di Rumah Dunia- Serang, dan…kopdar bersama bloggers. Semuanya mengingatkanku bahwa aku harus terus bersyukur mempunyai mereka semua. Satu-satu pengalaman ini akan kutulis dengan urut ya. Jadi mohon sabar, mungkin aku akan lebih dulu mengupload foto-foto di FB, baru menulis ceritanya.

Mendarat di Jakarta tanggal 26 malam, melalui imigrasi yang panjang dan melelahkan, kami langsung tepar dengan suksesnya. Tanggal 27 dan 28 kami pakai untuk bersantai di rumah tercinta. Tanggal 29, ulang tahun papaku yang ke 72.

Aku cukup suka dengan Gateaux Africaan dari Le Gourmet, mengingatkanku pada oma alm yang sering membuat kue jenis ini.

Kami awali hari itu dengan meniup kue tart yang aku beli malamnya. Karena sdm (sumber daya manusia) yang terbatas, kami tidak berani mengadakan selamatan di rumah. Masing-masing mempunyai kesibukannya masing-masing, sehingga kami memutuskan untuk mengundang saudara-saudara yang bisa dan punya waktu untuk makan malam bersama di Restoran Central yang terletak di depang GOR Bulungan. Aku cukup suka dengan restoran cina ini, karena dim-sumnya cukup enak, dan….luas tempatnya. Beberapa kali aku ke sini, selalu jarang pengunjung (tidak pernah penuh)  sehingga cukup pantas dijadikan tempat untuk pesta yang tidak ketahuan berapa orang persis nya yang akan hadir.

nambah meja dan kursi terus...

Awalnya papa memesan tempat untuk 25 orang, tapi kemudian bertambah terus, dan diberi tambahan meja dan kursi terus sampai total akhir saudara yang datang berjumlah 35 orang. Keluarga Mutter-Coutrier memang keluarga besar, sehingga jumlah 35 orang bukan apa-apa. Biasanya kalau acara Natal kami selalu siapkan makanan  untuk 100 orang lebih. Tapi, jumlah 35 orang untuk pemberitahuan yang mendadak sudah cukup bagus. Karena banyak yang masih bekerja atau bertempat tinggal jauh sehingga tidak keburu untuk memenuhi undangan jam 7 malam.

Adik-adik papa juga berkumpul, meskipun Tante Diana tidak bisa hadir karena masih sakit. Tapi Om Christian dari Makassar dan Tante Carla dari Yogya bisa datang. Dan kami juga beruntung karena Tante Lydia dan Om Kale masih bisa hadir, karena sebetulnya keesokan harinya mereka akan pergi ke Manado.

Aku dan tiga penerus clan coutrier

Begitulah kami, tersebar di mana-mana, tapi selalu berusaha untuk hadir dalam acara keluarga. Hal seperti ini yang sering aku rindukan di Jepang, meskipun kalau terlalu banyak acara keluarga pun tidak baik dan repot mengatur waktunya.

Satu hal yang sedikit membuat aku marah pada Riku malam itu, yaitu mereka berlari-lari dalam restoran. Well, anak Indonesia memang biasa begitu, tapi tidak anak-anakku, anak-anak Jepang. Mereka harus duduk terus di meja makan/restoran dan tidak diperbolehkan berlarian di restoran karena itu mengganggu tamu lain. Tadinya memang restoran itu kosong, hanya kami yang pakai, tapi begitu ada tamu lain, aku peringatkan Riku untuk tidak berlari dalam restoran. Tapi susah juga karena anak-anak lainnya berlarian, tentu saja anak-anakku ingin ikut bersama. Padahal mereka jika makan di restoran Cabe atau lainnya di Jepang, sama sekali tidak beranjak dari tempat duduk. Kejam ya aku? Tapi menurutku itu harus diajarkan pada anak-anak, TIDAK BOLEH BERLARIAN di restoran. Bayangkan kalau mereka menabrak pelayan yang membawa makanan panas? Apa tidak fatal?

Untunglah Riku mau mengerti dan tidak ngambek terus. Pukul 9:30 kami meninggalkan restoran untuk kembali ke rumah dan aku packing untuk bepergian selama 4 hari!

NB: malam harinya kamu makan kue kiriman bermerek  “Helen”, aduh ini kue namanya choco crunch dan  uenaaaak sekali (harganya juga enak). The best cake dari yang selama ini aku pernah makan. Sayang ngga ada fotonya, waktu aku makan sudah dipotong dan berantakan hihihi. Liat aja websitenya di sini: http://www.helensjakarta.com

Last day in HK

5 Agu

Tanggal 26 Juli pukul 4 sore aku harus naik Cathay Pasific kembali, untuk memulai acara mudikku di Jakarta tahun ini. Tiga hari transit di Hongkongpun harus kuakhiri.

Nah sambil packing koper, Riku dan Ao bermain di taman apartemen. Setelah selesai, aku dan Kai menelepon Kimiyo, dan kami bersama-sama naik “Angkot”nya Hongkong yang berhenti persis di depan gerbang apartemen. Hmmm aku cukup heran dengan kondisi seperti ini. Karena aku tahu pasti tidak akan ada orang yang tinggal di apartemen mewah Dharmawangsa misalnya, yang akan berjalan kaki ke luar kompleks dan naik angkot! Setiap orang yang tinggal di apartemen mewah pasti mempunyai mobil, dan kalaupun akan pergi dengan angkutan umum, mereka akan naik taxi SB atau BB yang dipanggil dan sudah menunggu calon penumpang di depan gerbang apartemen. MANJA! dan …. snobbish!

Mental seperti itulah yang membuat kemacetan Jakarta tidak bisa dikurangi. Semua mau naik mobil pribadi. Dengan alasan kurang aman. Memang, itu juga fakta. Jadilah lingkaran setan yang tidak akan bisa diuraikan. Akupun kalau ada mobil pribadi, pasti lebih pilih naik mobil pribadi (kalau ada supirnya ya, soalnya aku tidak punya SIM Indonesia, jadi pasti kemana-mana naik taxi). Tapi jika angkutan umum lainnya aman seperti di Jepang atau Hongkong, pasti aku akan naik angkutan umum.

Keramaian di pasar sayur

Dengan angkot itu kami menuju pasar tradisional Hongkong. Meskipun dibarengi perasaan waswas karena waktu bergulir terus a.k.a takut terlambat ke bandara, kami terus berjalan sepanjang kios-kios pasar. Yah…. sebetulnya bukan pemandangan yang asing sih. Mirip kita pergi ke pasar baru aja. CUMA…bersih! Tidak ada tuh yang namanya bau menyengat ongokan sampah dan genangan lumpur. Padahal panasnya sama! Lebih panas malahan (karena lembab). Jadi ok-ok aja tuh berjalan di sepanjang pasar itu. Seandainya wkatu masih banyak dan Kai tidak rewel minta digendong terus…. (Aku bisa gendong dia tapi resikonya aku sulit angkat koper nanti di bandara kalau punggungku kaku)

Kai udah mau ambil parianya dan langsung dimakan, dipikirnya ketimun kali ya?

Akhirnya kami mampir ke Mac Donald terdekat. Memang Gen menyarankan Riku untuk pergi ke suatu tempat tertentu jika pergi ke Luar Negeri. Misalnya Mac Donald seluruh dunia. Mulai sekarang sampai nanti dia besar bisa membandingkan semua Mac Donald di seluruh dunia. Dulu keluargaku juga begitu, pasti membeli Hard Rock Cafe Shirt di setiap kota yang dikunjungi. Kalau bisa sendiri, kalau tidak bisa jika papa yang pergi pasti akan diusahakan membelinya. Hard Rock Cafe dan Planet Hollywood. Tapi sekarang jamannya sudah berubah, at least untuk keluargaku. Sudah malas memakai T-Shirt juga sih. Tapi Riku mungkin kelak bisa pamer karena masih ada setumpuk T Shirt HRC berbagai kota di dalam lemari kami.

Rasanya Mac Donald sebetulnya di mana-mana standar saja. Tapi aku rasa burger ayamnya lebih gurih daripada di Jepang. Huh ayam Jepang memang tidak ada rasa, terlalu banyak bekerja atau…obat mungkin yah hihihi.

Yang juga mengherankan aku adalah sebuah kejadian di meja sebelah kami. Ada satu keluarga kecil, bapak, ibu, anak dan omanya yang duduk, tapi tidak membeli satupun produk McD. Mereka mengeluarkan kotak styrofoam dari toko lain, sepertinya isinya bakmi, dan mereka makan. Dan benar saja, pelayan Mc D mendatangi mereka dan mungkin menegur mereka (pakai bahasa sono sih), sehingga si Bapak akhirnya membeli minuman di counter. Hmmmm cueks banget ya? Perlu aku tekankan di sini: Jangan berbuat seperti itu di Jepang! Memang jarang sekali ada kejadian seperti itu. Yang jelas orang Jepang PASTI tidak akan melakukan hal itu. Etiket perdagangan lah…. Pelanggaran memang biasanya dilakukan oleh orang asing yang tidak mengetahui tata cara/etiket atau…pura-pura tidak tahu atau cuek. (Bahkan di beberapa restoran di Indonesia sekarang mencharge kue tart yang kamu bawa dari toko lain misalnya)

Setelah selesai makan, anak-anak minta naik double decker lagi, padahal untuk balik ke apartemen tidak ada double decker. Aku sudha mulai jengkel karena seharusnya kita sudah pulang dan ambil koper. Untuk memenuhi permintaan anak-anak akhirnya kamu naik tram bertingkat, sebelum akhirnya naik angkot lagi. Dengan demikian semua jenis transportasi sudah dicoba.

Nah ada dua kejadian di dalam angkot pulang itu. Satu sebuah kecelakaan kecil yaitu jatuhnya calon penumpang karena si supir tidak lihat. Si cewe ini juga salah sih,maksa naik angkot yang setengah berjalan. Sepertinya dia ragu-ragu mau naik atau tidak. Rame-rame sedikit, aku semakin manyun…the time is tickling! Tapi hebatnya ngga ada acara gontok-gontokan atau sampai panggil polisi segala. Si supir sih kelihatannya suruh si cewe naik tidak usah bayar, tapi si cewe tetap bayar. Aku dan Kimiyo cuma pandang-pandangan, kalau kejadian seperti ini di Indonesia, supir angkotnya udah mati kali ya dipukulin. Negara yang katanya beragama tapi seringnya main hakim sendiri…. miris

Kejadian kedua adalah aku memberikan tempat duduk Kai untuk seorang ibu yang naik tapi tidak ada tempat duduk. Si ibu tiba-tiba mengeluarkan mainan satu kotak setip yang masih ada harganya. Aku sempat baca harganya 12$ dan dia berikan pada Kai. Duuuh segitunya bu… ngga usah. Aku sampai bungkuk-bungkuk say thank you pada ibu itu. 12$ cukup untuk naik angkot ke mana tuh…. Baru mengalami dua kejadian di satu hari, apalagi kalau aku tinggal lamaan ya?

Begitu sampai apartemen, kami ambil koper dan langsung naik taxi ke Bandara. Lebih lambat 30 menit dari jadwal. Sambil berdoa kenceng aku menutup mata saja, daripada senewen. Akhirnya sampailah di bandara, aku cepat-cepat ambil 2 koper lain yang dititipkan kemudian cek in. Nah waktu cek in inilah terjadi masalah besar. Kai menangis meraung-raung. Dia lapar mungkin, tapi dia berteriak-teriak tidak mau naik pesawat. Saking ngamuknya dia angkat koper kecil dari ban pengukur di tempat cek in supaya tidak diikutkan ke pesawat. Aku yang sudah senewen jadi biarkan saja dia menangis. Satu airport Hongkong melihat aku mungkin sebagai ibu yang kejam…but I have no time.

Akhirnya tangisnya bisa reda setelah dibujuk pakai coklat. Cepat-cepat berpisah dengan Kimiyo dan Ao, kami memasuki imigrasi, yang cukup makan wkatu karena namaku di paspor terlalu panjang. Dia cek satu-satu hurufnya! HUH. Jadi lari-lari deh ke boarding gate, dan kami sampai tepat boarding gate dibuka. Duduk di tempat duduk, kai langsung tidur kecapekan, dan Riku… menangis terus. Dia sedih meninggalkan Ao. Hmmm perasaan Riku memang peka sekali (mirip mamanya) sampai dia bilang, kita harus ke Hongkong lagi bulan Desember nanti, dan panggil Ao untuk ke Tokyo dan menginap di rumah kami. OK sayang, as you wish!

Kedua krucils yang kecapekan

Sesampai di bandara cengkareng, kami membutuhkan waktu hampir 2 jam untuk menyelesaikan visa on arrival bagi Riku dan Kai (duuuh antriannya), tapi antrian di VoA ini masih mending. Antrian di Imigrasinya amit-amit deh! (pengen deh motret tapi ngga pernah boleh memotret di Imigrasi negara manapun) Itu bule-bule udah pada  sengak mukanya. Sampai Riku dan Kai menunggu di tangga sambil bermain, sementara aku ngantri di bagian orang asing. Bagian orang Indonesia sih kosong banget. Aku tidak tahu apa yang membutuhkan waktu begitu lama. Apakah pengambilan sidik jadi dan foto mata? Tapi Riku dan Kai akhirnya dipanggil petugas untuk masuk ke bagian orang Indonesia. Waktu aku ucapkan terima kasih ke petugasnya, dia bilang, “Iya ibu kan bawa anak, kasihan disuruh tunggu begitu lama”. Memang bersama aku juga satu keluarga dari Hongkong disuruh lewat imigrasi bagian orang Indonesia. Tentu saja kami ditatapi pandangan sebal orang-orang lain yang masih mengantri saat itu.

aku selalu pikir kenapa kids meal di penerbangan lebih yummy drpd yang untuk dewasa ya?

Well, imigrasi di Hongkong apalagi di Jepang tidak pernah selama ini sih. Bayangin aku baru bisa keluar gate setelah 2 jam landing! Gila bener. Musti ada perbaikan dong, supaya wisatawan mau datang ke Indonesia.

Untung kami langsung bertemu Chris, iparku yang datang menjemput, sehingga bisa langsung pulang ke rumah tercinta, dan memulai acara mudik kami. Dear home, I am back!

Hongkong by night

4 Agu

Aku sering mendengar ucapan bahwa Hongkong itu indah di malam hari. Dan kata mama dan saudara-saudaraku Manado pun indah di malam hari.  Aku tidak tahu soal Manado, tapi aku bisa membuktikan dengan mata kepala sendiri bahwa memang Hongkong itu indah di malam hari.

Bus double decker (bus bertingkat) yang kami naiki

Setelah beristirahat  sejenak, kami keluar rumah lagi naik taxi ke terminal bus. Tujuan kami adalah “The Peak”. Sebuah tempat wisata di puncak Hongkong tempat kami bisa menikmati pemandangan di malam hari. Beruntung sekali kami bisa duduk di bangku terdepan di lantai atas bus bertingkat. Pasti indah! Begitu kupikir.

Melewati Taman victoria. pukul 18:00 sore dan masih dipenuhi TKI..duh ntah kenapa aku sedih. Jadi ingat taman Ueno Tokyo juga demikian, tapi dipenuhi pemagang laki-laki dr Indonesia

Dan memang indah pemandangan sepanjang jalan tapiiiiiii pilihan duduk di bangku terdepan lantai atas sebuah bus bukan pilihan yang tepat bagi seorang phobia seperti aku. Naik mobil biasa ke puncak dengan jalan sempit berliku-liku aku sudah biasa! Tapi jika itu aku alami di lantai atas sebuah bus…. cukup membuatku pucat sepanjang perjalanan, dan memegang erat bar pengaman bus (untung aku tidak hobby muntah atau p*pis di celana 😀 ). Tidak jarang aku merasa bus itu oleng ke kanan dan kiri, apalagi jika berpapasan dengan bus dari arah lain. Alamak! Sampai aku sempat menyesal tidak ikut asuransi perjalanan di Hongkong hehehe.

Kami sampai di pangkalan bus di The Peak yang berada tepat di bawah sebuah bangunan yang bernama Galeria. Dan kami menemukan sebuah tempat yang disarankan oleh supir taksi waktu kutanya “Uncle, do you know a good restaurant at the Peak”. Hebat juga tuh supir, karena ternyata nama restoran yang dia sebutkan dalam bahasa sono itu masuk dalam guide book. Tadinya kami mau naik tram atau naik ke puncak untuk melihat pemandangan dulu. Tapi saat kutanya ke restorannya apa masih ada meja di pinggir jendela, dijawab hanya tinggal satu saja. So, aku memutuskan untuk makan malam dulu di restoran “Deco Cafe” itu.

Wahhh untung sekali kami mendapat tempat di situ. Restoran ini menyediakan corner untuk anak-anak bermain. Selain itu di tempat duduk untuk anak-anak mereka memberikan alas makan berupa kertas untuk menggambar dan beberapa crayon. Hebat pelayanannya untuk anak-anak. Yang pasti aku belum pernah menemukan service untuk anak-anak di Indonesia yang berkenan di hati (kalaupun disediakan kertas/buku/pensil biasanya ditarik biaya)

So, kami duduk sambil melihat pemandangan keluar, tapi karena letak meja kami di pojok, untuk melihat pemandangan yang penuh, kami harus keluar ke teras restoran. Kami sempat berlama-lama melihat menu, bingung mau memilih makanan yang mana. Tapi karena Ao sedang bermain di Kids Corner, Kimiyo mengajak aku makan kue Black Forrest sebelum main course. Dan tentu saja aku setuju! Yummy sekali black forrest di sini. Untunglah Kimiyo bisa mendapatkan kesenangan sesaat. Anaknya Ao alergi telur, sehingga otomatis Kimiyo juga tidak bisa makan makanan yang mengandung telur di depan anaknya. Dan aku tahu itu stressful. Aku merasa beruntung anak-anakku tidak ada yang alergi atau mempunyai sakit yang memerlukan penanganan khusus.

Sambil melihat antrian panjang penumpang tram (yang akhirnya kami putuskan tidak jadi menaikinya), kami menikmati pergantian senja di dalam restoran yang cozy dan sejuk, dilengkapi makanan enak. Baru setelah selesai makan malam, kami berfoto dengan latar belakang pemandangan “Hongkong by Night”.

Kalau melihat pemandangan indah seperti ini ingin sekali rasanya punya kamera DSLR

Nah pulang dari sini yang butuh perjuangan, karena harus rela antri cukup lama untuk bisa naik bus. Meskipun demikian bus adalah pilihan transportasi yang paling tepat dibanding yang lain. Karena kemacetan juga harus diperhitungkan juga. Tapi selama aku berada 3 hari 2 malam di Hongkong, aku belum pernah bertemu kemacetan yang parah  seperti di Tokyo atau Jakarta.

Keindahan artifisial? Ntahlah yang penting cukup menghibur hati.

Stanley

3 Agu

Nama Stanley yang biasanya lekat dalam benakku adalah Stanley film animasi dari Disney Channel yang amat suka binatang. Dia mempunyai “Kitab Ajaib” “Great Big Book of Everything” yang berisi keterangan tentang binatang-binatang dan jika kedua piarannya kucing dan anjing menyanyikan sebuah “mantra” tertentu. Stanley akan bisa “masuk” ke dalam  buku itu dan bertemu langsung dengan tokoh binatang itu.

Stanleynya Disney, kesukaan Riku waktu kecil, dan yang menyebabkan Riku suka binatang

Tapi Stanley yang mau kuceritakan di sini adalah nama tempat wisata di Hongkong,  yang menjadi tujuan kami wisata di hari kedua kami berada di Hongkong.

Pagi hari kami bangun dan naik taxi menuju sebuah restoran yang bernama Very Good Restaurant,  sebuah restoran Dim Sum yang katanya buka mulai jam 8 pagi. Konon orang Hongkong keluar rumah tanpa sarapan, dan sarapan di restoran/kedai makan dulu sebelum mulai bekerja. Wah praktis banget tuh, jadi ibu-ibu (atau pembantu) tidak usah mempersiapkan sarapan untuk orang rumah.

Tentu, Anda semua sudah tahu dim sum ya. Kebanyakan dim sum adalah panganan dalam skala kecil yang dikukus. Beberapa jenis yang terkenal adalah Bakpau, beraneka rasa siomay, roti mantau dan lebih spesifik lagi harkau (pangsit rebus berisi udang) dan ceker ayam. Meskipun bukan dikukus, onde-onde, pangsit goreng dll juga termasuk dalam menu Dim Sum ini.

Nah, kabarnya restoran ini enak dim sum nya. Dan memang restoran ini lumayan besar. Kami menempati meja bundar (meja bundar memang selalu praktis, karena bisa ditempati orang dalam jumlah berapa saja), dan mulai memesan makanan. Satu yang menarik di sini, begitu kami datang, kami dibawakan dua buah poci panas, satu berisi teh cina, dan satu lagi berisi….air panas. Nah, aku baru tahu di sini ada kebiasaan orang untuk “mensterilkan” mangkuk dan sendok/sumpit yang akan mereka pakai dengan air panas ini. Memang katanya ada juga yang tidak melakukan itu, tapi kebanyakan orang Hongkong mencuci peralatan makan mereka. Hmmm kalau dipikir memang Hongkong termasuk kota yang bersih juga, meskipun kelihatannya semrawut karena padat bangunan dan manusia. Aku lupa tanya apakah kebiasaan ini memang sudah lama ada, atau baru-baru saja semenjak ada isu flu burung.

Mensterilkan alat makan dengan air panas

Yang juga menarik di sini adalah masakan ceker ayam yang tidak pedas. Biasanya ceker ayam di Indonesia diberi bumbu yang spicy dengan potongan cabe merah, Tapi di Hongkong ada jenis yang tidak memakai cabe, (semacam bumbu steak saja) sehingga anak-anak bisa makan. Dan kedua anakku makan ceker ayam dengan lahapnya, meskipun sulit untuk Kai makan sendiri karena belum bisa memilah daging dengan tulang in the mouth by himself. Kalau Riku memang dia sudah “berkenalan” dengan ceker sejak lama.

Kai pertama kali makan ceker, dan....dia suka! Cukup banyak dimsum dan sayuran yang dia makan pagi ini

Setelah dari restoran ini, kami naik kereta bawah tanah untuk pergi ke terminal bus double decker, bus bertingkat yang akan membawa kami ke Stanley. Nah apa beda subway di Jepang dan di Hongkong?  Di Hongkong jalur kereta subway ditentukan dengan warna jalur dan stasiunnya. Semisal jalur kereta yang akan kami naiki itu jalur hijau, maka peronnya berwarna hijau juga. Cara ini benar-benar memudahkan turis yang buta kanji dan anak-anak. Memang di Tokyo juga memakai penanda warna untuk kereta bawah tanah, tapi peronnya tidak berwarna. Mungkin karena jalur kereta subway di Jepang itu begitu banyak ya?

kami naik kereta hijau. Semua stasiun di Hongkong sudah otomatisasi untuk memeriksa karcis tujuan

Dan selain warna jalur, satu hal lain yang bisa dikatakan “aneh” adalah kecepatan gerak eskalator (tangga berjalan) di stasiun Hongkong. Aduuuh ini benar-benar berbahaya untuk orang/ibu yang menggendong anak, orang tua dan mereka yang tidak cepat tanggap. Bisa jatuh deh! Aku sampai berkata pada Kimiyo: “Orang Jepang dianggap tidak sabaran, karena selalu berjalan cepat-cepat. Tapi Hongkong? duh bisa mengalahkan eskalator di Jepang kecepatannya.

eskalator maut... cepeeeet banget, untung kai digendong papanya Ao

Kamu naik bus double decker, bus bertingkat yang banyak terdapat di Hongkong untuk menuju Stanley. Duduk di tingkat atas bus ini memang memberikan kami pemandangan kota yang lebih menyeluruh. Dan aku rasa bus tingkat, tram tingkat di Hongkong yang begitu banyak mampu membuat jalanan Hongkong tidak macet! Selain dari dapat mengangkut penumpang yang banyak dalam satu trayek. Semestinya Jakarta juga mempunyai bus tingkat ini !

bus tingkat yang kami naiki untuk ke Stanley

Kami  turun di terminal akhir. Pemandangan di daerah ini memang sedikit agak lain dengan pemandangan dalam kota Hongkong. Kami menuju pertokoan yang ada, macam tanah abang atau mangga dua di Jakarta atau di asakusa jika di Tokyo. Dan memang barang-barang/ cindera mata di sini MURAH!

Tapi tujuan pertama kami adalah tempat pembuatan huruf Kanji dengan hiasan. Bahasa Jepangnya Hanamoji (Huruf berbunga). Kimiyo memesan penulisan hanamoji untuk temannya. Dan kami bisa melihat proses si pengrajin itu menuliskan nama dua temannya dengan artistik. Aku ingat dulu aku juga pernah mendapatkan hadiah dari seorang murid berupa nama aku dan Gen ditulis dengan Kanji warna-warni. Riku yang memang menyenangi kesenian, langsung mendapat ide untuk menulis indah begitu, dan begitu sampai rumah memang dia sempat mempraktekkannya. Sayang aku lupa mengambil foto hasil karya Riku.

Riku penuh perhatian melihat pengerjaan ketrampilan Hanamoji. Di toko ini, sealain si penulis hanamoji, ada satu lagi pegawainya yang sudah pernah belajar ke Jepang.

Setelah masuk keluar toko sepanjang lorong-lorong yang menjual berbagai macam cendera mata, kami keluar mendapati sebuah pemandangan yang indah. Semacam pantai dengan dermaga, dan pemandangan rumah-rumah bungalow orang asing yang sejenak dapat memberikan kedamaian waktu melihatnya. Seakan bukan di Hongkong.

pemandangan dari sini sangat menyejukkan hati, meskipun sebetulnya suhu udara saat itu amat sangat panas...

Tapiiiiiii sebenarnya siang itu panasssss sekali. Setelah berbelanja dan berjalan jauh, kami beristirahat di sebuah cafe kecil dan menyeruput es kelapa muda. Kemudian kami kembali ke apartement Kimiyo naik taxi karena anak-anak sudah capek dan mengantuk. Kai tertidur di dalam taxi, tapi begitu sampai di apartemen Kimiyo terbangun dan tidak mau ketinggalan untuk berenang di kolam renang apartemen. Sementara Ao tidur siang wajib, tidak bisa tidak harus 3 jam. Wah anak-anakku sih kalau dikasih tidur segitu lama siang harinya, bisa melek sampai jam 11 deh, sehingga tidak ada kebiasaan siesta (tidur siang) dalam keluargaku.

Setelah istirahat sebentar, kami kemudian keluar rumah lagi untuk pergi ke The Peak.