Tulisan ini merupakan sambungan dari posting: Berkorban.
Bagi Anda yang mengerti Jerman, pasti tahu bahwa Romantische Strasse atau jalan romantik ini merupakan tempat wisata yang harus dikunjungi di daerah bavarian. Ada beberapa spot/tempat yang menarik yang indah dikunjungi di segala musim. Nah, week end kemarin itu ternyata kami secara tidak langsung menyusuri jalan romantik menuju Kusatsu Hotel. Loh, kok bisa?
Ternyata Jepang dan Jerman telah menjalin kerja sama dan dianggap jalan di Kusatsu yang berkelok-kelok dan indah itu merupakan Romantische Strasse nya Jepang! Dengan beberapa perhentian yang lebih lagi menguatkan kerja sama itu berupa museum atau taman atau jalan yang semuanya diberi nama Jerman.
Bahkan kalau sekilas melihat pemandangan dan bangunan “Michi no Eki” Stasiun Jalan ini, memang serasa berada di Jerman. Apalagi suhu udara waktu itu benar mendukung. Sekitar 22 derajat Celsius. Karena kami toh tidak buru-buru harus sampai di hotel, setelah mampir di Yanba dam dan tempat “pembuatan” sake, kami mampir dulu di perhentian mobil-mobil ini sambil melepaskan lelah duduk di mobil.
Ternyata di situ terdapat museum kecil sebagai peringatan Dr. Erwin von Baelz (1849〜1913), seorang dokter asal Jerman yang dipekerjakan di kekaisaran Jepang pada jaman Meiji, dan tinggal di Kusatsu ini.
Setelah mampir di museum ini, kami kembali lagi ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Hotel sebetulnya sudah dekat, dan kami sampai di gerbang hotel sekitar pukul 12:30. Waktu cek in semestinya jam 2. Tapi kami disambut seorang pemuda Jepang dengan “happi” (semacam kimono pendek terbuka) yang lumayan cakep (sayang ngga sempet motret hihihi). Kami diperbolehkan cek in karena kamar sudah siap, dan disambut dengan wanita-wanita berkimono di depan pintu masuk. Penyambutan gaya Jepang! (Cerita tentang hotel ini saya akan tulis di posting sesudah ini. )
Setelah menaruh barang, kami berjalan kaki ke YUBATAKE 湯畑, tempat wisata terkenal di Kusatsu ini. Kami makan siang soba dulu sebelum melanjutkan ke “Ladang Air Panas”. Ya, tempat ini mengeluarkan sumber air panas mengandung belerang. Dan sumber air panas itu diberi nama Yubatake, secara harafiah yu = air panas, batake dari hatake = ladang. Semakin dekat ke tempat itu…. semakin tercium bau …kentut hihihi. Belerang kan memang mempunyai bau yang khas.
Ngomong-ngomong soal kentut, kami selalu tertawa karena Kai selalu menyahut, “Kai” jika kami bertanya “Siapa kentut?” Karena kami tertawa, dia juga tertawa. Mungkin dia tidak tahu artinya kentut, karena kami bertanya “Siapa kentut” dalam bahasa Indonesia. Tapi sepertinya dia tahu (khusus kata yang jorok hihihi pupu, pipi dan kentut ) , dan mau bercanda. Yang pasti kami selalu menggoda dia kalau tercium bau busuk. Dan dia selalu bilang,”KAI”.
Sepanjang jalan di kiri kanan terdapat toko-toko yang menjual telur “hot spring” onsen tamago yaitu telur yang direbus dalam air panas alami itu (yang panasnya tidak mencapai 100 derajat/tidak mendidih…. mirip telur setengah – tiga perempat matang) . Selain toko manju (kue jepang), ikan bakar, ada juga banyak toko kesenian gelas. Wah, aku harus menahan keinginan untuk tidak masuk ke toko-toko crystal ini. Aku memang tidak tertarik dengan baju atau sepatu, tapi selalu senang melihat “sesuatu yang berkilat/bercahaya” seperti kristal swarovky atau…. diamond (haiyah…mahal amat). Dulu aku sering membelikan mama crystal swarovky pada event-event seperti ulang tahun atau natak, untuk melengkapi koleksinya. Tapi setelah mama bosan (dan saya yang tidak punya duit berlebih lagi) koleksi crystal kami tidak bertambah. (Punya anak membuat hobi juga berubah euy!)
(Foto kanan adalah sumber air panas, dari situ dialirkan ke kolam di foto sebelah kiri)
Melihat kolam air panas beruap yang begitu jernih membuat saya sadar…. ini semua keluar dari perut bumi. Di dalam perut bumi kan lebih panas lagi…hiiiii… Kolam air panas itu juga menjadi putih-putih berkarang akibat belerang yang dikandungnya.
Setelah melihat ladang air panas itu, kami menonton sebuah pertunjukan tari tradisional “Yumomi”, yaitu suatu usaha untuk menurunkan panasnya air yang baru keluar dari sumbernya. Karena manusia tidak bisa langsung masuk ke sumber air panas begitu saja, kecuali mau menjadi udang rebus! Dengan tarian yang disertai lagu ini, derajat kepanasan hot spring ini diturunkan sampai mencapai 48 derajat.
Biasanya manusia hanya tahan berendam di dalam air panas bersuhu 40-42 derajat. Tapi di level 48 derajat, jika orang-orang masuk bersama-sama, maka air panas itu juga akan turun derajatnya karena suhu tubuh manusia biasanya 36-37 derajat. Tapi masuk di air panas ini tidak boleh lebih dari 3 menit. (Aku sih ngga mau nyoba nyebur di 48 derajat…. ogah! Meskipun aku termasuk orang yang bisa tahan panas, tapi sepanas-panasnya 44-45 derajat saja)
Air di dalam kolam diturunkan panasnya dengan menggoyangkan papan seperti mengaduk air ke kiri dan ke kanan sambil bernyanyi. Yang menarik, ada kesempatan penonton untuk mencoba “menarikan” a.k.a mengaduk air panas itu. Jadi deh Riku dan saya memakai kesempatan itu untuk mencoba.
Sebagai tanda sudah mencoba, kami diberi semacam surat penghargaan, “sertifikat menjadi penari yumomi-chan” waahhh kalau aku memang sudah mommy sih hihihi. Selain surat penghargaan itu, kami juga mendapat handuk “tenugui”.
Setelah berfoto-foto di depan kolam air panas itu, kami berjalan pulang untuk kembali ke hotel. Karena pada jam 6 sore, hotel akan menyediakan makan malam di dalam kamar kami. Makan di kamar sendiri merupakan kemewahan bagi orang Jepang…. (bersambung)