Hari Rabu lalu, tanggal 22 Juli, saya mengajak anak-anak ke Kebun Binatang Ragunan. Karena terus terang saja, saya belum pernah ke sana, setelah sekian lama saya berkampung halaman di Jakarta (sejak lahir sih). Dan pernah melihat foto adik saya di sana, kelihatannya kok bagus, jadi… pergilah kami ke sana. Wita ikut bersama kami untuk bantuin saya menjaga Kai tadinya, tapi akhirnya malah menjadi temannya Riku. Kai sama sekali tidak mau dengan orang lain selain mama. Manja!
Dari rumah kami naik taxi ke Ragunan pukul sepuluh lewat. Hmmm jalanan cukup macet. Belum sampai di Ragunan, saya sudah merencanakan untuk mampir ke PIM atau Citos pulangnya, untuk makan siang. Ngga mau lah makan di Ragunan, nanti menunya sama dengan singa atau monyet kan berabe hihihi.
Begitu sampai di pintu gerbang, kami disuruh masuk lewat lapangan parkir. Membeli tiket (dewasa Rp. 4000,- dan anak-anak Rp.3000,-) dan masuk deh… Kai mulai berjalan sendiri, karena tadinya minta digendong terus. Riku berjalan duluan dengan Wita. Kami langsung menuju ke kolam yang berisi burung pelikan. Kai senang sekali melihat burung-burung pelikan begitu banyak.
Dari situ kami berjalan melewati tempat rusa, burung onta dan menuju ke tempat naik kereta. Katanya kereta ini akan berkeliling di dalam areal kebun binatang, dan supaya saya bisa tahu seberapa jauh kami harus berjalan, juga letak binatang-binatang, maka kami naik kereta tersebut.
OK saya tidak boleh mengeluh dengan pelayanan di Indonesia. Biar bagaimanapun standar Jepang terlalu tinggi untuk diterapkan di Indonesia. Dengan membayar 5000 rupiah per orang, kami naik kereta itu, dan…sama sekali tidak ada keterangan, di kiri ada apa, di kanan ada apa…. hanya …yah keliling begitu saja. Saya harus mencari plang tanda penunjuk binatang-binatang apa ada di mana. Dan…. plang itu juga tidak bisa dijadikan patokan yang baik, karena ternyata banyak binatang tidak bisa kami temukan di arah yang ditunjukkan.
Saya juga heran sih, kok tidak ada denah keseluruhan kebun binatang, sehingga kita bisa tahu kita ada di mana. OK deh mahal mungkin untuk membagikan pamflet-pamflet berisi denah/peta kepada setiap pengunjung seperti di Jepang. Tapi bisa dong bikin papan denah di pintu masuk misalnya…. (Eh tapi mungkin ini menunjukkan bahwa orang Indonesia ngga bisa baca peta ya? Dan peta itu selalu kira-kira aja? Peta itu tidak penting di Indonesia mel… kamu itu mengharapkan yang tidak-tidak ajah)
Kami melihat ular (Riku dan Kai tidak suka, idem sama mamanya), gajah (nah kalau ini banyak deh, ada mungkin 5 ekor), kijang dan mencari macan putih yang ternyata begitu jauh, dekat pintu Barat. Dalam perjalanan menuju ke macan putih itu, kami melihat buaya dan unta. Sebetulnya saya sudah malas untuk mencari macan putih, tapi Riku bersikeras ingin melihat singa dan harimau. Jadi terpaksa deh “dijabanin“. Untuk itu kami juga melewati pusat primata Schmutzer, dan terpaksa tidak kami masuki karena Riku ngotot cari macan. Yah tapi sudah jauh-jauh jalan, begitu sampai di tempat macan putih itu, ternyata si macam lagi bobo…. kuciwa deh.
Karena sudah dekat dengan pintu keluar, ya kami pulang lewat pintu Barat itu. But, ternyata susah sekali nyari taxi di sini. Sempet kepikiran juga untuk naik angkot sampai jalan gede sih…. tapi sabar menunggu aja deh. Dan akhirnya dapat. Karena pikir Citos membosankan, kami ke PIM saja, makan siang di bakmi GM …. asyik ngobatin kangen. Mampir gramedia, kemudian pulang. Kai teler jadi sempat tertidur di dalam taxi…. lucu deh.
OK, saya memang sudah ditanya oleh Windy, teman saya, kok tidak ke Safari saja? Riku sendiri sudah 3 kali ke Taman Safari, dan kalau pergi ke Taman Safari kan tidak bisa naik taxi (mabok bayarnya), lagipula saya memang mau tahu gimana sih Ragunan itu. Jadi kesimpulan saya ke kebun binatang Jakarta itu adalah, tempatnya terlalu luas dengan sedikit binatang. Waktu kami ke sana memang hari biasa, sepi pengunjung, tapi even that, saya bisa melihat beberapa keluarga yang “piknik” menggelar tiker dan makan siang di rerumputan kosong. Hmmm ruangan seperti itu memang menggoda orang untuk piknik sih. Tapi, pengunjung kan maunya lihat binatang di kebun binatang, bukan orang? hehehe. Saya juga tidak boleh mengeluh soal kebersihan, karena ya… biasa kan di Indonesia? Itu saja sudah lumayan sekali kok hehehe. (Cuma terus terang saya ngga bakal coba naik sepeda air atau berdayung di danau yang kecoklatan dan penuh daun-daun jijay begitu. Kalo nyemplung hiiiii)
Well, setidaknya hari itu saya sudah menjadi warga DKI yang baik dengan mengunjungi tempat wisata standar sebuah kota.