POLIO dan TILANG

17 Jun

Hari Senin hari yang sibuk. Kenapa ya? Apa karena hari pertama setelah libur dua hari? Sampai-sampai ada lagu I don’t like Monday….

Hari Minggu kemarin rupanya Riku terjatuh di jalanan waktu akan menyeberang. Dan kepalanya terbentur… Katanya. Tidak ada luka parut di kepala maupun kaki, tapi dari sore hari dia mengeluh sakit kelapa eh kepala. Dan tentu saja Gen khawatir , takut jangan-jangan pengaruh ke otaknya Riku. Kok kayaknya aku ibu yang cuek ya… aku ngga khawatir sama sekali. Karena aku cukup bertanya, muntah ngga? eneg ngga? mimisan ngga? Jawabnya “NO” semua…. jadi tidak apa-apa (menurut aku loh). Dan aku lihat dia biasa saja, tetap genki…ceria tidak lemas. Mungkin yang mengkhawatirkan justru karena dia agak berlebihan ceria dan cerewetnya…ini harus diperiksa hahahaa.

Jadi waktu pagi hari Riku masih berkata “sakit kepala” , dan Imelda diberi tugas oleh Gen untuk mengantar Prince Riku ke rumah sakit untuk diperiksa dokter. OK boss. Padahal hari ini Kai juga ada jadwal vaksin Polio di puskesmas. Sibuk banget deh hari ini. But enjoy enjoy….!

Berhubung Prince Kai terlambat bangun, kami baru bisa berangkat ke RSnya jam 10…. huh aku paling malas ke RS ini kalau tidak tepat jam buka (jam 9) karena kadang-kadang suka banyak yang antri di Pediatric sehingga musti lama menunggu. Untung saja waktu aku datang banyak yang menunggu, tapi karena ada dua dokter jadi lumayan cepat dipanggil. Dua anak yang sebetulnya sehat (bayangin suhu badannya aja waktu itu cuma 36,4) sambil menunggu giliran bermain bersama di play-cornernya. Senang juga melihat Riku sudah bisa “menjaga” adiknya bermain.

Benar juga perkiraanku, Prince Riku tidak apa-apa. Tapi memang Rikunya sendiri bilang, “Masih pusing … bla bla bla”. Aku terpaksa bilang, “Iya dok, nanti kalau pusing terus seminggu saya kembali lagi”. Meskipun maksud perkataan itu untuk Riku. Buktinya setelah itu dia tidak mengeluh pusing-pusing lagi. Heran deh… Riku itu emang suka sekali RS. Sering tanya,” Mama, kapan aku musti disuntik lagi?” Huh… mentang-mentang aku selalu puji dia bahwa dia sejak bayi tidak pernah menangis kalau disuntik (termasuk vaksin).

Jam sebelas pemeriksaan selesai, kami pulang untuk istirahat dan makan siang. Lalu jam 12:30 pergi ke Puskesmas Kelurahan untuk Kai mengikuti vaksin polio. Letaknya agak jauh dari rumah, yaitu bersepeda 20 menit. Untung Riku sudah bisa bersepeda, kalau tidak lumayan loh bonceng dua anak sampai ke puskesmas itu.

Kai iri melihat kakaknya sudah bisa naik sepeda

Kai sebetulnya sudah “mengabaikan” vaksin polio dua kali. Polio ini gratis dari kelurahan dan diselenggarakan setiap musim semi (Mei-Juni) dan musim gugur (Sept-Okt). Tahun lalu setiap ada jadwal polio, mesti dia tidak sehat. Jadi senin kemarin itu kebanyakan yang datang adalah bayi-bayi berusia 6 bulan lebih. Lucu juga aku memandangi bayi-bayi itu… masih digendong ibunya…. hmmm Kai dulu juga kecil segini ya. Sekarang? sudah bisa menuntut dibelikan minuman dari vending machine, lari ke sana kemari… doooh.

Kai mendapat urutan nomor 44 (sampai dengan aku pulang ada sekitar 150 ibu). Tidak sampai 30 menit semua selesai. Antri untuk diperiksa salah satu dari 5 dokter. Untung Kai anteng sehingga memudahkan pemeriksaan. Oh ya, waktu si dokter memeriksa dada Kai dengan stetoskop, tercium wangi parfum… wahhh dokter “gaek” (udah tua sih) ini dandy juga pake parfum segala. Biasanya jarang loh laki-laki Jepang pake parfum. Untung isengnya Imelda ngga kumat dan menanyakan…. “Dok, kamu pake parfum merek apa sih?” hahahaha.

Setelah mendapat OK dari dokter untuk menerima vaksin polio, langsung diberi vaksin di bagian suster-suster. Vaksin polio itu berupa cairan yang langsung dimasukkan ke mulut bayi. Katanya sih manis. Tapi selama 30 menit tidak boleh makan dan minum dan “ngempeng”. Ntah akhir-akhir ini Kai suka sekali memasukkan tangannya (seluruhnya loh) ke mulut. Jadi aku repot deh membuat dia lupa supaya jangan memasukkan tangannya selama 30 menit. Bagaimana cara supaya dia lupa? Kebetulan di samping gedung kelurahan itu sedang ada pembangunan gedung baru, dan pada tahap pembongkaran pondasi. Jadi ada semacam crane/buldozer yang dioperasikan. Dasar dua anak laki-laki, melihat kegiatan begitu saja bisa lupa semua! (dan heran juga mamanya ikut terkesima melihat proses pembangunan sambil jaga dua unyil)

Bunga Ajisai (Hydrangea) bermekaran di musim hujan

Setelah lewat 30 menit, aku ajak mereka pulang (dengan susah payah) dan ajak mereka pergi ke Mac Donald. Hadiah Happy setnya sekarang tidak terkenal, jadi aku juga tidak begitu antusias…. (loh kok jadi perhatiin hadiah terus nih). Sampai di rumah ternyata tidak lama sekitar jam 5, Gen sudah pulang. Wah kok cepat? Ternyata dia ada dinas luar ke daerah Teluk Tokyo. Dan dia membawa “hadiah”….. sebuah kertas bertuliskan “Pelanggaran Parkir” chuusha ihan 駐車違反。 Baru pertama kali dapat jadi bingung juga harus bagaimana. Rupanya dia parkir mobilnya di pinggir jalan, dan waktu dia parkir sih ada taksi dan truk di depan dan belakangnya, tapi waktu dia kembali 30 menit sesudahnya ternyata taksi dan truk sudah tidak ada, dan ada kertas ini di wipernya…. kena deh hehehe.

surat tilang (chuucha ihan -pelanggaran parkir)

Begitu sampai rumah, dia pergi ke koban (pos polisi) dan oleh polisi di sana dibilang suruh menunggu akan ada surat tilang yang dikirim ke rumah. Setelah terima surat itu, bayar denda, dan mungkin di SIM nya tidak diberi tanda “point pelanggaran”. Semakin banyak point pelanggaran makan semakin besar kemungkinan SIM dicabut. Karena kami berdua Gold SIM  Card dan belum pernah melakukan pelanggaran, jadi sayang jika SIM harus “ternodai” oleh point pelanggaran. Jika ada satu saja point pelanggaran, maka pada penggantian SIM berikutnya (setelah 5 tahun) akan terjadi penurunan tingkat (tidak Gold lagi) dan harus ikut kursus/test lagi  (sebentar sih sekitar 1-2 jam)

Jadi sekarang kami sedang menunggu “kiriman” dari polisi, dan biasanya untuk pelanggaran parkir kami harus membayar 15.000 yen (1.500.000 rupiah kira-kira). “Gomen ne ごめんね  (maaf ya)” kata Gen… dan aku cuma ketawa sambil bilang, “berdoa saja semoga tagihan dari polisinya datang sesudah gajian ya hehehe”. Lima belas ribu yen itu sudah standar dan tidak ada sistem “tawar menawar” atau suap-menyuap seperti di Indonesia. Seandainya…. seandainya loh, peraturan seperti ini diterapkan di Indonesia, aku bisa bayangkan betapa kayanya kepolisian RI…. cukup untuk bayar utang negara mungkin …hahahaha.

What a busy and unpredictable MON day!

Open Class

15 Jun

Hari Minggu kemarin Riku pergi ke sekolah. Seperti biasa dari pagi sampai 4 jam pelajaran dan ada makan siang juga. Loh, kok hari minggu ke sekolah?

Ya, hari minggu tanggal 14 Juni itu adalah hari khusus untuk open class, day for parents to visit school. Jugyou sankanbi 授業参観日, dan biasanya diadakan pada hari minggu supaya orangtua yang bekerja (dengan asumsi minggu libur) akan bisa menghadiri kegiatan sekolah ini.

Pelajaran pertama mulai jam 8:50. Kita terlambat! Riku tentu saja sudah berangkat duluan jam 7:45 dengan penuh semangat. Bahkan dia sudah memilih baju yang akan dipakai dari hari sebelumnya. Anakku cerewet juga nih kayaknya soal baju. Dia mau pake kemeja… cihuyy, jadi aku seterika kemejanya. Tak lupa dia sisir rambutnya dengan pakai air (pengganti pomade hihih) supaya tertata rapi. NAH, sayangnya papanya baru terbangun jam 8:20, bersamaan dengan Kai. Dan karena aku musti mempersiapkan Kai juga, dan sudah pasti jalannya akan lelet, aku suruh Gen pergi duluan ke sekolah. “Padahal aku ingin pergi dari awal pelajaran” (ya bukan salahku kan..siapa yang bangun terlambat?)

Perjalanan aku dan Kai makan waktu 30 menit. Kai juga senang jalan-jalan, jadi setiap ada yang menarik, teriaklah dia “Ow…”, “Aaaa…”, “Bubu (mobil)”, “Chi chi… (burung)”, “Wan wan… (anjing)”…. lucu dan untunglah dia kuat berjalan terus sampai ke SD, sehingga mamanya ngga usah gendong. Lumayan juga kalau harus memanggul 13 kilo terus-terusan.

Sesampai kami di sekolah, aku melihat daftar hadir orangtua, ternyata masih banyak yang belum datang. (Bahkan ada orangtua kelas 5 datang jam 10:30 waktu aku pulang). Jam pertama di Riku adalah Berhitung (sansuu 算数). Dan dia langsung senyum-senyum begitu dia lihat wajah aku dan kai di luar kelas, sedangkan papanya berdiri di dalam kelas bagian belakang. Waktu kami datang sedang latihan tambah-tambahan dan terlihat Riku cukup aktif mengangkat tangan untuk menjawab soal. (Padahal di catatan hariannya Gen dikatakan bahwa Riku hanya mau angkat tangan untuk penambahan 1 + …. hihihih)

Sayang sekali kami tidak boleh memotret suasana kelas. Tapi bisa dimengerti juga sih, dengan kehadiran kita saja sudah cukup membuat guru-guru nervous kan. Meskipun gurunya Riku, Chiaki sensei tetap cool seperti biasa.  Pelajaran ke dua adalah prakarya membuat keranjang bunga, lalu setelah itu olahraga taiiku 体育 dan terakhir bahasa kokugo 国語. Entah ada atau tidak  acara open class seperti ini di Indonesia, tapi aku pikir semestinya ada supaya orang tua bisa mengetahui perkembangan belajar dan suasana kelas anaknya. Program ini diadakan 2 kali setahun, dan berikutnya diadakan bulan Desember, pada hari Selasa (otomatis bapak-bapak tidak bisa ikutan deh, kecuali ambil cuti)

Aku dan Kai pulang waktu jam prakarya, karena Kai musti makan dan capek. Sambil jalan pulang, kami mampir ke toko konbini dan membeli onigiri dan jus. Lalu kami duduk di taman sebelah toko tersebut. Sebetulnya bukan taman, lebih tepat disebut sebagai perpanjangan halaman orang, yang dia sediakan untuk dipakai warga. Karena ternyata tamannya juga ditunjuk sebagai warisan budaya pemerintah daerah yang perlu dirawat dan diperhatikan bersama. Mungkin karena di situ terdapat beberapa pohon tua. Memang sih duduk di situ teduh sekali, cuma sesekali burung gagak datang dan mengganggu pemandangan. Kai dan mamanya menikmati acara piknik dadakan ini.

Gen dan Riku sendiri baru kembali ke rumah pukul 2 siang. Riku sih enak karena dapat makan siang, papanya kembali langsung bilang,”Aku lapaaar”. Untung ada sisa makanan, aku panaskan dan aku sendiri langsung bersepeda ke sebuah Discount Store, untuk membeli pelengkapan konsumsi acara pertemuan orang tua murid kelas 1-2 (kelasnya Riku) hari Rabu yang akan datang. Seru juga berbelanja bertiga dengan 2 ibu lain, menghitung-hitung biaya dan menentukan minuman dan snack apa yang akan dibeli supaya cocok dengan budget. Tidak boleh melebihi  budget dan kalau bisa jangan bersisa, karena susah mempertanggungjawabkannya. (Sisa uang harus kembalikan dengan rata, capeek deh)

Malam harinya Gen mengajarkan Riku baca tulis… menurut Gen, Riku jauh tertinggal dengan anak lain yang bisa membaca dan menulis dengan cepat. Hmmm sebetulnya ngga usah dipaksa sih, karena sebetulnya Riku termasuk yang paling kecil usianya di kelas, dan dia waktu lahir kurang bulan (prematur) sehingga ada kemungkinan terlambat untuk menyerap sesuatu dibanding anak-anak lain. Akunya sih santai aja, tapi Gen lumayan khawatir jangan sampai dia merasa minder karena tidak bisa, kemudian jadi ketinggalan, dan tambah ketinggalan.

Satu hari ini melelahkan, tapi aku senang karena di rumah sekarang tidak terdengar suara TV. Kabar amat sangat baik sekali untukku, tapi kabar buruk untuk Riku, dan sedikit buruk untuk Gen! TV nya koit alias rusak hihihi

Hari Tanpa Arti

13 Jun

Sudah lama aku tidak menulis tentang Hari Ini Hari Apa. Memang kebanyakan karena sudah kutulis tahun lalu, sehingga tidak ada bahan ketinggalan  untuk ditulis. Atau karena kurang menarik untuk dijadikan topik tulisan.

Tapi hari ini aku merasa tertarik untuk menulis dengan judul “Hari Tanpa Arti” karena di kalender I-googleku tercantum bahwa hari ini adalah 無意味の日 Mu-imi no hi, Hari Tanpa Arti. Lho kok? Aku  juga tidak mengerti kok sampai dijadikan hari itu, dan kalau diklik tidak ada keterangan pendukung lainnya. Hanya dikatakan bahwa merupakan permainan kata  語呂合わせ dari 6-13 mu (mustu)  – i (ichi)- mi (mitsu) jadi MUIMI, yang artinya “tanpa arti”.

Ada beberapa kanji yang melambangkan negatif seperti FU 不 HI 非 dll, tapi kali ini ingin aku bahas tentang Kanji MU 無 yang bergabung dengan kanji lain dan membentuk kata negatif yang lumayan sering dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari (di Jepang). Jadi posting kali ini mungkin tidak berguna bagi mereka yang tidak bisa bahasa Jepang.

Yang paling menggembirakan adalah kanji  MURYOU 無料, tanpa biaya alias gratis. Kemudian untuk jaman internet begini kata MUSEN 無線, tanpa kabel, alias wireless. Duh aku pengen nih ganti koneksi di rumah dengan wireless, jadi rumah bisa lebih rapihan tanpa kabel gentayangan….

Ada satu toko di Jepang yang bernama MUJIRUSHI 無印, tanpa cap. Aku pikir tadinya hmmm bagus juga ya tidak bercap, jadi barang-barangnya polos tanpa merek. Dan semestinya kalau tanpa merek, barang-barangnya murah dong. Eeee ternyata ya capnya itulah MUJIRUSHI, tanpa cap. Sama juga boong deh. Cuman memang karena barangnya simple dan classic dengan warna tanah (coklat), Gen senang memakai stationary dari merek ini.Dan kalau tidak salah, sekarang sudah ada cabangnya Mujirushi di Jakarta.

Dalam pergaulan ada dua kata yang juga sering dipakai yaitu MUSABETSU 無差別, tanpa perbedaan. Jadi merefer ke siapa saja. Sayangnya sering aku dengar kata ini berpadu dengan satsujin jiken, Musabetsu satsujin jiken 無差別殺人事件, peristiwa pembunuhan tanpa perbedaan/tanpa tujuan orang tertentu. Terutama untuk kejadian meracuni masyrakat, atau menabrakkan mobil ke kerumunan orang, atau pernah ada kejadian memasukkan racun ke dalam nasi kare di bazaar, dll. Dan kata kedua adalah MUHYOUJOU 無表情, tanpa ekspresi. Tahu kan pasti bagaimana orang tanpa ekspresi. Kayak orang bengong gitu. Apalagi kalau bersikeras tidak mau mengaku sebagai pelaku tindak kriminal.

Dalam kehidupan di jaman yang serba memikirkan kesehatan ini, kita banyak menemukan kata MUTENKA  無添加, tanpa bahan tambahan, no artificial ingridient、 MUNOUYAKU 無農薬, tanpa pestisida、dan MUCHAKUSHOKU 無着色, tanpa bahan pewarna. MUKOURYOU 無香料, tanpa tambahan pewangi. Dan yang pasti sekarang aku sudah terbiasa membeli beras MUSENMAI, 無洗米 beras tanpa dicuci, langsung dikasih air dan dimasak.

Kumpulan kata yang lain adalah  MUMENKYOU 無免許, tanpa license… seringnya merefer ke orang yang  menyetir tanpa SIM. Serupa dengan itu MUSHIKAKU 無資格, tanpa license tapi untuk suatu praktek pelayanan jasa, seperti klinik kedokteran tanpa ijin, bimbingan belajar tanpa ijin dsb. MUJOUKEN 無条件 tanpa syarat. Kalau ini mungkin cocok untuk mengatakan …Aku mencintaimu tanpa syarat…uhuuuyyy.
MUKIGEN 無期限, tanpa batas/limit (dulu sering dengar kata MUGEN POWER kan? ya dari kata mukigen ini, unlimited power) , MUKEIKAKU 無計画, tanpa rencana, MUSHUUSEI 無修正, tanpa editing/perbaikan dan MUHENKA 無変化, tanpa perubahan. Dan satu lagi waktu cari-cari ketemu kata ini, MUDENCHUKA 無電柱化 gerakan untuk menghilangkan tiang listrik di kota. Duhhh alangkah indahnya Tokyo tanpa tiang listrik yang begitu mengganggu pemandangan. Jadi listriknya didalam tanah tidak perlu ada tiang listrik. Dan kota seperti ini sekarang bisa dilihat di peninggalan kota lama Edo, yaitu di Kawagoe dan di Kurashiki. Dua tempat yang aku sukai karena seakan bisa time travel ke Jepang jaman-jaman samurai gitu. Nanti deh kapan-kapan aku tulis deh catatan perjalanan wisata di Jepang ya.

So,  bagaimana hari Anda hari ini? Apakah tidak berarti? Hariku…amat sangat berarti, karena aku melewati waktu bertiga dengan Riku dan Kai, mencuci baju sampai 3 kali karena selama ini hujan/mendung terus, membereskan rumah sambil membuat Pizza dan membaca banyak Picture Book untuk Kai. Dan juga mencari sedikit referensi untuk menulis postingan ini.

Have a good weekend!

Gara-gara kumis

11 Jun

Huh aku bersungut-sungut sambil meringis sekarang

Gara-gara kumisnya aku terpaksa terbaring 2 jam siang ini karena mengantuk

Gara-gara kumisnya mata, tangan dan punggungku harus menderita

belum lagi gara-gara dia,  my three boys terpaksa ditelantarkan.

Semua penderitaan ini hanya gara-gara kumis

Kumisnya si Udang

(bukan kumisnya lelaki loh hihihi)

Seperti yang saya sudah tulis di posting sebelum ini, saya sedang disibukkan oleh PTA (Parent Teacher Association) SD nya Riku yang bakal keluarin stand di Bazaar khusus murid-murid tanggal 19 Juni y.a.d. Kami (ibu-ibu) ceritanya akan membuat permainan “Memancing Udang dll” dengan tajuk TSURI LAND. (Tsuri = memancing). Dengan menggunakan kail magnet, anak-anak bisa memancing origami (kertas lipat) berbentuk Udang dan sedikit bentuk lain, serta mainan magnet/strap yang terbuat dari lilin (nendo). Tujuan utamanya sebetulnya semua buatan sendiri! Tezukuri. Handmade!

ibu-ibu membuat mainan dari lilin

Untuk murid SD yang masih kecil agak sulit untuk memancing mainan magnet/strap dari lilin, karena itu dipikirkan untuk membuat origami berbentuk EBI/Udang ini. Karena terbuat dari kertas, lebih ringan, dan yang pasti cost nya lebih murah dibanding dengan mainan yang terbuat dari lilin. Karena itu Seksi Kegiatan Anak yang anggotanya 8-11 orang itu, masing-masing diwajibkan membuat origami udang sebanyak 100 buah di rumah, selain bersama-sama membuat mainan magnet/strap dari lilin. Jumlah seluruh murid di SD nya Riku adalah 600 anak, jadi kami harus membuat sebanyak itu untuk setiap jenis …. hiks.

Hari ini adalah hari pengumpulan origami Ebi dan pembuatan lilin di ruang serba guna SD. Nah, ternyata semua (kecuali saya) membawa origami udangnya itu TANPA KUMIS. Karena memang membuat/memasang kumis atau sungut udangnya itu sulit, jadi mau dibuat di sekolah bersama. Huh! tahu begitu kan, saya ngga ngoyo begadang dua malam membuat 100 origami udang lengkap dengan  kumis.

100 udang berkumis karyaku hihihi

Setelah mengumpulkan origami udang di satu meja, saya membuat bentuk bintang yang nantinya akan menjadi bahan dasar pembuatan magnet berbentuk biskuit. Lilin atau malam yang kami pakai ini bahan dasarnya terbuat  dari kertas, disebut kami nendo. Lain teksturnya dengan lilin yang biasa dipakai untuk prakarya di Indonesia. Teksturnya lebih lembut dan ringan sekali, bagaikan marshmallow. Warnanya ada macam-macam, tapi kami memakai yang berwarna putih, untuk kemudian dicampur dengan cat air untuk menimbulkan warna yang diinginkan. Untuk biskuit, saya mencampur warna kuning dan chrome yellow (kok saya ingatnya kita menamakan warna ini dengan kuning tai ya? hihihi). Kemudian seperti membuat biskuit, lilin itu dipipihkan dengan roller dan dengan cetakan dibuat bentuk yang diinginkan. Kemudian sesudah kering, untuk memberikan efek  biskuit, permukaan ditekan sedikit dengan sikat gigi dan diberikan warna coklat dengan kuas/tapas.

mainan dari lilin untuk magnet berbentuk biskuit bintang

Nah, setelah saya membuat 50 buah biskuit berbentuk bintang, saya pindah kerja membuat kumis si Udang ini. Karena semua tidak menemukan cara yang mudah dan murah selain dengan cara saya. Tapi mereka tidak bisa melakukannya. Ya sudah, akhirnya saya yang harus membuat semua kumis udang-udang ini. Sementara ibu-ibu yang lain ada yang membuat bentuk bola basket, bola softball dan es krim. Kami bekerja mulai pukul 9:30 dan akhirnya saya sudah terlalu capek dan pamit pukul 1 siang. Udang tak berkumis  sisanya saya bawa pulang untuk saya kerjakan di rumah saja.

Saya sebetulnya merasa sayang dan sedih tidak bisa ikut serta pada hari H, tanggal 19 Juni karena harus mengajar setiap jumat. Pasti senang melihat anak-anak bergembira memancing origami dan mainan dari lilin ini. Makanya untuk menebus ketidak hadiran saya, saya masih harus berurusan dengan sekitar 500 kumis lagi dan mungkin bermimpi tentang kumis dua-tiga hari ke depan. Tentu saja kumis Udang bukan kumis siapa-siapa!

69 dan ebi

10 Jun

Saya memang sangat memperhatikan angka-angka. Meskipun angka keberuntungan atau angka yang saya suka adalah 8, hari ini saya mau membahas si angka 6 dan 9 dan ebi, bahasa Jepangnya untuk udang. Kalau saya mengajarkan si Riku menulis angka 6 dan 9, saya tinggal berkata, 6 itu si perut gendut, sedangkan 9 itu kepala besar.

Sejak saya menulis posting 6666 dan lain-lain, saya memang agak waku-waku, deg-degan setiap melihat angka komentar di dashboard saya. Bisakah saya melihat lagi angka-angka cantik terpampang manis di dashboard saya?

Dan ternyata, saya bisa membuat capture angka-angka cantik ini: komentar ke 6969 oleh Uda Vizon, 6996 oleh Mas Trainer, 6999 oleh Chandra (sayang Chandra tidak punya blog), dan gongnya komentar ke 7000 oleh Eka. Saya tahu 4 orang ini adalah salah empat pembaca TE yang setia, dan saya merasa sangat berterima kasih untuk perhatiannya. Nanti lewat email kasih tahu ya, mau dikirim apa dari Jepang 😉 (jangan mahal-mahal tapi ya hihihi)

Angka cantik berikutnya kapan ya? 7777 mungkin yang terdekat ya? Jadi semoga Anda-lah yang mendapatkan angka jackpot ini hehehe.

Nah, kenapa di judul ada tulisan ebi juga? Ada hubungan apa 69 dengan ebi? Hmmm kalau dilihat sekilas bukannya bentuk badannya si ebi ini mirip angka 6 atau 9? Si Ebi yang banyak diimpor dari Indonesia dan memenuhi pasar Jepang ini memang jarang “nangkring” di meja makan saya. Selain udang berkolesterol tinggi, harganya juga mahal, dan saya kurang suka rasa udang yang sudah dibekukan. Kurang fresh dan gurih, you know.

Dan pagi dini hari ini ada 69 ekor lebih udang yang memenuhi meja makan saya. Sayangnya udang ini tidak bisa dimakan, karena ini adalah origami, seni lipat kertas Jepang. Sampai dengan hari Kamis besok, saya harus melipat 100 ekor udang besar kecil untuk dijadikan bahan pancingan dalam acara semacam bazaar di sekolah Riku. Ini merupakan kegiatan Seksi Kegiatan Anak-anak dari PTA di SD nya Riku.

hetakuso.....

Saya itu paling benci origami karena tidak teliti sehingga biasanya saya paling malas ikut kegiatan origami dan selalu give-up. Padahal sebetulnya seni melipat kertas ini bagus sekali untuk menstimulasi kerja otak. Karena menerima rangsangan dari ujung jari. Maka seni lipat kertas origami ini juga sering dipakai sebagai cara untuk mencegah pikun dan penuaan. Segala kegiatan yang memakai jari tangan digalakkan di kalangan lansia di Jepang. Selain origami,  lansia disarankan untuk belajar piano dan …. mengetik komputer.

Saya tidak tahu seberapa seringnya anak SD di Indonesia melipat kertas, tapi yang pasti di sini dalam setiap kegiatan anak-anak dituntut untuk membuat karya origami. (dan memang kertas origami di sini murah kalau kertas warna biasa). Dengan melipat 69 ebi-chan ini akhirnya saya bisa membuktikan bahwa ternyata saya juga bisa kok melipat kertas ala orang Jepang.

Hujan Berudu

9 Jun

hmmm kalau seandainya saya tuliskan hujan beludru, maka akan terbayangkan sesuatu yang romantis… velvet rain… meskipun saya tahu kadang hujan tidak bisa selembut beludru.

Tapi yang saya mau tulis adalah berudu, atau kata lainnya cebong/kecebong, anak katak. Dan yang pasti menjijikkan sekali ya jika terjadi hujan berudu.

Fenomena alam yang aneh ini terjadi sejak tgl 4 Juni lalu, di Ishikawa Prefektur sekitar pukul setengah lima sore. Seorang pegawai pemda mendengar suara “pletak pletak” di pelataran parkir salah satu fasilitas pemda. Waktu didekati ternyata di atas mobil dan sekitar pelataran parkir itu ada banyak sekali kecebong sepanjang 2-3 cm berjatuhan. Dilihat dari posisi jatuhnya cuma bisa diperkirakan bahwa kecebong itu jatuh dari langit…. dan berarti? hujan kecebong? Dan kejadian ini berlangsung juga di beberapa tempat dalam beberapa hari.

Foto dari sini

Ternyata di daerah Ishikawa pada musim-musim sering terjadi angin puting beliung memang sering terjadi “hujan ikan dan benda benda lain” tapi saat ini bukanlah musim angin puting beliung. Pada saat kejadian cuaca sedang stabil. Kepala kebun binatang Ishikawa mengatakan,” Memang kadang burung bangau atau bebek makan kecebong,  tapi tidak mungkin kalau sampai menjatuhkan 100 ekor lebih kecebong pada saat yang bersamaan” .

Kalau hujan kecebong yang sekecil-kecil uprit sih ngga papa mungkin ya… meskipun agak geli juga. Tapi kalau sampai hujan kodok? hiiiiiii

Bicycle

8 Jun

Bicycle bicycle bicycle
I want to ride my bicycle bicycle bicycle
I want to ride my bicycle
I want to ride my bike
I want to ride my bicycle
I want to ride it where I like

(Bicycle Race by Queen)

Ada satu fenomena dalam bahasa Jepang yang kurasa juga aneh, yaitu kita tidak bisa memakai kata “bike” untuk mengatakan sepeda, karena bike di dalam bahasa Jepang = sepeda motor.

Bicycle atau sepeda merupakan alat transportasi umum di Tokyo. Dari anak-anak sampai lansia (tentu saja yang masih kuat mengayuh sepeda), dari wanita memakai rok mini sampai nenek-nenek bercelemek, kemana-mana pergi mengendarai sepeda. Sepeda teronggok begitu saja yang sering mengganggu pejalan kaki merupakan pemandangan yang lazim terlihat di stasiun-stasiun.

Riku sudah punya sepeda dari tahun lalu, pernah aku posting di sini. Tapi selama setahun ini boleh dibilang sepedanya dibiarkan saja di tempat parkir. Riku hanya bisa latihan kalau papanya libur, dan itu berarti hari minggu. Pernah sekali dua kali aku temani dia main sepeda waktu Kai tidur, tapi itu saja tidak membuat dia mahir bersepeda.  Sampai kira-kira sebulan yang lalu, Gen dan Riku membawa sepeda itu ke tukang sepeda untuk dilepaskan roda penyangga. “Aku kan sudah SD, sudah besar!” Dan itu juga membuat dia bersemangat untuk berlatih.

(horeee aku sudah bisa bersepeda!!!)

Oleh kakek tukang sepeda disarankan untuk menyuruh Riku duduk di sepeda sambil “berjalan” membiasakan duduk di sepeda tanpa mengayuh sekaligus belajar keseimbangan. Jadi Gen selalu mengajak Riku “membawa sepedanya” pergi ke tempat-tempat dekat rumah, sembari dia berjalan di belakangnya. Tanpa sadar Riku mencoba mengayuh, dan tahu-tahu dia sudah mengayuh 2-3 kali tanpa jatuh.

Kapan ya aku belajar bersepeda? Yang pasti sudah sejak SD, dan masih bisa bersepeda di halaman belakang rumah di Jakarta karena masih luas, belum ada tambahan kamar-kamar. Kami dulu bahkan sempat bermain kasti di halaman belakang rumah. Kalau sekarang sih sudah tidak bisa. Dan aku juga ingat pernah mengajari teman Srilanka aku, Leela di Tokyo untuk naik sepeda, jaman masih indekost di Meguro.

Hari Sabtu kemarin merupakan hari “full of achievement”. Riku puas karena sudah bisa bersepeda, dan Gen puas sudah bisa melakukan tugas sebagai ayah  dengan menyediakan waktu mengajari Riku bersepeda. Jam 5 sore, Gen masuk rumah dan menyuruh aku ke bawah sambil membawa kamera. Dan aku tahu Riku pasti mau memperlihatkan kebolehannya bersepeda.

Minggu pagi jam 9, Riku sudah cerewet membangunkan papanya (Dianya sendiri sudah bangun jam 7:30). Biasanya orang tua yang cerewet membangunkan anak-anak, tapi khusus anak-anakku, semua early bird….. selalu bangun pagi, tanpa dibangunkan. Jadi tak jarang aku menutup pintu kamar, supaya Gen tidak terganggu tidurnya di hari Minggu. (Dan kalau aku biarkan bisa-bisa bangun jam 12 siang! heran deh kok bisa ya bayar tidur? aku paling ngga bisa tuh, pasti harus bangun dulu, baru tidur siang kalau mengantuk)

Tadinya kami berencana untuk pergi ke pabrik kereta api, tapi karena sudah terlambat (jam 10 pagi) kami batalkan. Dan hari ini adalah hari untuk Riku …. again! Mereka berdua pergi lagi naik sepeda, sementara aku di rumah bersama Kai membereskan rumah sambil mengerjakan pekerjaan editing.

(Shakujii Koen – Taman Shakujii)

Dan ternyata Gen dan Riku pergi bersepeda sampai ke Taman Shakujii yang berjarak kira-kira 20 menit (bersepeda 40 menit jalan kaki) dari rumah kami. Taman ini merupakan kompleks dengan hutan dan 2 kolam/danau kecil yang bernama “Kolam Sanpouji” 三宝寺池 dan “Kolam Shakujii” 石神井池. Di kolam Shakujii ini kita dapat menaiki boat memutari kolam selama 30-1 jam. Taman ini adalah taman kota yang didirikan tahun 1959 dan menempati areal seluas 201.374,83m2.

(Taman Sanpouji)

Selain kolam dengan boat (hanya bisa naik boat pada musim panas saja), di dalam areal taman juga terdapat lapangan baseball, panggung terbuka, dan hutan lindung yang sering disinggahi burung-burung tertentu. Setiap tahun pada bulan April-Mei di areal taman ini diadakan Teruhime Festival, dan bulan Oktober Nerima Festival.

So, yang mau kopdar di Tokyo, silakan datang dan kalau mau  saya akan ajak ke taman ini. Saya tunggu loh  …. 😉

(biar di rumah boleh dong beraksi ya Kai hihihi)

Kencan (?) Pertama

4 Jun

(Tulisan ini bukan untuk melengkapi series PERTAMA nya Eka loh hihihi)

Kencan itu biasanya kan antara laki-laki dan perempuan. De-to kalau bahasa Jepangnya (lafal japlish dari date). Bisa pergi ke luar rumah atau mendekam di rumah saja. Kalau ditanya kamu kencan pertama kapan? wahhh ngga bisa jawab deh. Karena jaman dulu kan strict banget, mana bisa pergi berdua-dua. Atau didatangi rumahnya oleh satu cowo aja.  Kalaupun mau, bertandang ke rumah perempuan biasanya serombongan. Dan dalih yang paling ampuh adalah “belajar bersama”. Waktu SMP, cara ini sering kami lakukan. Buat kelompok belajar dan biasanya sesudah jam sekolah akan berkumpul di rumah salah satu anggota. Tapi yang terbanyak berkumpul di rumahku, karena yang paling dekat dari sekolah.

Kemarin aku kaget sekali, karena tiba-tiba pukul 4 sore, Riku mengajak seorang teman perempuan ke rumah. Aku sedang mengetik di laptop dan terdengar percakapan mereka, di pintu rumah,
“Silakan masuk”
“Mama kamu ada?”
“Ada tuh lagi kerja”

“Mama… ini aku ajak teman…” Aku bengong. Loh…cewe. Tadi memang ada telepon dari temannya Riku untuk janjian bertemu di sekolah. Mau main bola katanya. Dan aku sempat bicara dengan ibunya, yang mengatakan mulai jam 3 saja ya. Jadi jam 3 Riku pergi ke sekolah untuk bermain bola. Jelas aku pikir temannya laki-laki (setelah si cewe pergi aku bilang soal ini pada Riku, dan dia jawab,”Emangnya perempuan ngga bisa main bola?” Nah loh….yang gender siapa? ternyata mamanya!!! hiks)

Aku langsung menyambut si cewe ini dengan ramah…
“Namanya siapa?”
“Aska (samaran)”
Lalu Riku meminjamkan mainan DS nya sedangkan dia sendiri mulai menggambar. Oi oi jadi berdua berpunggung-punggungan deh. hihihi.
“Aska mau minum apa?”
“Apa aja yang ada” (ngga ada apa-apa sih palingan teh…)
“Teh dingin mau?”
“Mau”

Jadi aku buatkan teh dingin… tau-tau Riku minta cocoa dingin. Huh cerewet. Coba ngga ada Aska aku udah omelin hahaha.
Akhirnya cocoa dingin selesai untuk Madam Aska dan Mister Riku.

Aku kembali kerja dan sekitar jam 5 Aska pamit.
“Saya pamit”
“Hati-hati ya…” sambil antar ke pintu, tapi ternyata Riku juga ikut keluar. Loh???

“Aku anter Aska dulu sampai rumah”
Woooooowwwwwww gentleman! Hebat! Ngga ngerti aku dia tau dari mana tuh, bahwa harus antar cewe sampai rumah. Good boy!

Sekitar 15 menit, telepon berdering.
“Saya ibunya Aska”
“Oh iya, tadi Aska main ke sini”
“Hmmm tadi Aska cerita bahwa dia dapat minuman botol coca cola dari Riku dan uang 100 yen.”
%$'(‘&(=)(‘(%&# ngga ngerti…

“Tadi memang saya buatkan minum kok…”
“Aska bilang katanya jangan cerita tapi …Riku membelikan minuman untuk Aska. Saya ngga enak jadi mau kembalikan uangnya.”
“Oh…saya tidak tahu ceritanya. Tapi kalau Riku belikan ya sudah tidak apa-apa tidak usah diganti. (Tapi orang Jepang TIDAK BISA, harus ganti uangnya karena tidak mau merepotkan orang lain dan menimbulkan giri –hutang budi–) Tapi kalau Anda kepikiran nanti saja kalau bertemu di sekolah tanggal 17 ya”
“OK kalau begitu nanti saja tanggal 17 (peda pertemuan orang tua murid)”

Setelah telepon ditutup aku  interogasi Riku. Rupanya dia mengambil uang sakunya 500 yen, lalu membeli 2 minuman botol seharga @150. Kembaliannya ada 2 lembar 100 an. Karena Aska tidak punya uang, dia kasihkan 1 lembar itu ke Aska. LOH?

Memang kalau dipikir aneh, tapi ya menurut Riku wajar kali ya. Pemurah banget Riku … Tapi saya jelaskan padanya, bahwa tidak boleh memberikan uang ke teman, karena belum tentu orang tuanya senang anaknya menerima. (Susah deh di Jepang, setiap tindakan harus dipikirkan dampaknya) Tentang membelikan minuman tidak apa-apa tapi jangan kasih uang. Mulai sekarang Riku harus kasih tahu menggunakan uang untuk apa saja ke mama.

Tadi di atas aku katakan uang saku, tapi sebetulnya itu bukan uang saku. Itu memang uang Riku yang diberikan oleh kakek neneknya waktu tahun baru (Angpao). Aku tidak (belum) memberikan uang saku pada Riku. Tapi aku  memberlakukan sistem “upah”, untuk mengajarkan Riku betapa berharganya uang. Setiap sen yang dia pakai (minta) adalah hasil kerja keras. Jadi aku membuat perjanjian dengan Riku yaitu, setiap dia membuang sampah 1 kantong ke tempat pengumpulan sampah apartemen kami, maka akan mendapat 10 yen. Semacam arbaito tapi bukan (ada hukum tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur, sehingga sistem seperti ini pun bisa saja membuat aku dihukum oleh hukum Jepang… hiiii ngeri… nanti kejadian seperti Ibu Prita lagi). Berapa kali dia harus membuang sampah supaya bisa membeli minuman kaleng jus yang seharga 120 yen? 12 kali! dan dia tahu sulitnya bekerja membuang sampah 12 kali. Sekaligus dia bisa belajar berhitung juga. (Well dia lambat membaca dan menulis, tapi cepat sekali kalau ditanya penambahan loh. Padahal belum belajar penambahan di sekolah hihihi ) Sekali mengayuh dua tiga pulau terlampaui! (Dalam bahasa Jepangnya Isseki nichou 一石二鳥)

Malam hari aku ceritakan kejadian hari itu pada Gen, dan dia berkata,
“Wow …Riku… cewenya cakep ngga?”
“hahaha… mayan lah… aku ambil foto kok, pake ijin mereka”
“Jangan kamu pasang di blog ya”
“Tentu….”
Jika aku memasang foto mereka berdua akan menjadi pelanggaran privacy di Jepang, kecuali aku blurkan wajah si cewe. Karena aku belum mendapatkan ijin orang tua si cewe untuk memasang di blog.

repro foto dari Kim Anderson

So, beginilah cerita kencan(?) pertamanya Riku, or cerita dia mengajak cewe ke rumah. Tapi setelah itu aku ingatkan Riku sekali lagi, “Tidak boleh mengajak teman baik laki-laki atau perempuan ke rumah kalau mama tidak ada”. Karena Riku punya kunci rumah… dan bahaya juga membiarkan anak-anak tanpa pengawasan orang tua di rumah.

Surat Kabar untuk Anak SD

3 Jun

Kapan Anda mulai membaca surat kabar? Saya sendiri sudah mulai membaca surat kabar sejak saya mulai bisa membaca. Karena dulu kami tidak mempunyai bacaan yang cocok untuk anak-anak. Paling-paling membeli majalah Bobo dan Kawanku. Baru setelah SD tahun-tahun akhir (1980-an), kami sering pergi ke pameran IKAPI untuk memborong buku cerita anak-anak. Saya ingat suatu kali kami pergi ke pameran buku dan membeli 20-an buku …yang saya lalap dalam satu hari.
Sampai mama bilang, “Mbok yo kalo baca di eman-eman, satu hari satu biar ada bacaan tiap hari kan?”.
Tapi tidak oleh papa, yang berkata, “Biar saja mumpung mau baca. Kalau sudah habis ya bisa diulang baca lagi berkali-kali kan?. Dan memang itu yang kulakukan.

Kembali ke surat kabar, memang karena saya “kekurangan” bacaan, jadi terpaksa  membaca surat kabar juga. Hingga suatu hari saya menemukan kata “diperkosa” tertulis besar-besar sebagai judul di halaman tengah.
“Mama? Apa artinya diperkosa?”
“Kamu baca di mana? Koran ya? sudah tidak usah baca koran!”
Baru setelah saya cari artinya di kamus W.J.S. Poerwadarminta, saya menemukan arti “dipaksa”. Hmmm kenapa mama marah ya?

Memang surat kabar adalah konsumsi manusia dewasa. Di Indonesia, rasanya aneh juga jika ada anak-anak yang hobinya membaca surat kabar, atau menonton dunia dalam berita. Padahal di Jepang, banyak ujian masuk sekolah SMP/SMA ternama yang mengambil bahan dari surat kabar. Karena itu murid-murid yang akan juken 受験(mengikuti ujian masuk) wajib rajin membaca surat kabar dan berita TV.

Surat kabar juga merupakan “ujian bahasa” karena untuk membaca  surat kabar bahasa Jepang, Anda harus tahu banyak kanji. Tidak cukup hanya kanji yang diujikan di JLPT level 4 atau 3.  Di surat kabar umum, hanya kanji yang amat jarang dipakai saja yang memakai furigana (tulisan keterangan cara baca dalan hiragana) .Jadi untuk bisa mengerti satu artikel dalam surat kabar diperlukan pengetahuan kanji yang tinggi.

Kami sudah lama tidak berlangganan surat kabar. Dulu sebelum Riku lahir kami pernah berlangganan harian Asahi (Asahi Shimbun), tapi kami hentikan dengan kelahiran Riku. Karena sering kali surat kabar tersebut masih dalam keadaan terlipat masuk ke dalam tempat surat kabar bekas. Mubazir. Tidak disentuh. Karena Gen tidak ada waktu untuk membca di pagi hari, dan saya sendiri…. buat apa membaca berita dalam bahasa Jepang kalau ada beritanya di televisi, atau bisa membacanya di internet?

Padahal berlangganan surat kabar juga tidak terlalu mahal juga sih. Apalagi jika berlangganan surat kabar, di selipkan juga banyak pamflet promosi dari toko/departemen store dll. Kadang kala pamflet ini lebih banyak dan lebih tebal dari korannya sendiri. Ibu rumah tangga sangat menyukai pamflet-pamflet ini, karena bisa mengetahui ada obral “merek ini” di Toko Anu. Atau ikan hari ini murahnya di toko A, sedangkan sayur di toko B. Setelah mendapat informasi ini, pergilah ibu-ibu ini ke pasar untuk berbelanja. Tapi… saya tidak perlu, karena saya juga tidak suka belanja. Saya masih menganut paham belanja “seminggu sekali” yang saya bawa dari jakarta. Tapi ibu-ibu di sini belanja setiap hari! (Akhir-akhir ini saya juga begitu sih untuk sayuran dan ikan)

Nah, sejak Riku masuk SD, kami merasa perlu berlangganan surat kabar. Paling tidak membiasakan Riku untuk melihat huruf! Daripada dia menonton TV terus.  Saya sudah siap untuk menelepon agen koran Asahi lagi, waktu Gen memberitahukan soal “Surat Kabar Khusus Murid SD”. Katanya adiknya yang bekerja sebagai wartawan, mungkin lebih baik coba langganan surat kabar khusus ini. Juga dari penerbit surat kabar Asahi.

Jadi beberapa hari menjelang akhir Mei, saya membuka internet dan memesan langganan melalui online untuk diantarkan ke rumah mulai tanggal 1 Juni. Sayangnya uang langganan tetap pakai cara lama, menagih di pintu menjelang akhir bulan. Kadang heran juga kok tidak pakai cara yang lazim yaitu dipotong otomatis dari rekening bank. Tapi bisa dimaklumi juga, karena biasanya agen koran suka membagikan hadiah-hadih dari sponsor, misalnya sabun atau tiket gratis menonton base ball dan lain-lain. (Dulu bahkan saya pernah dapat gift card seharga 5000 yen… hanya supaya pelanggan jangan berhenti atau lari ke surat kabar lain)

seorang kakek berusia 84 tahun menanam daun semanggi (clover) berkelopak 56 lembar. Empat sudah biasa, bukan ajaib lagi.

Jadi mulai tanggal 1 Juni kemarin, datanglah surat kabar khusus murid SD. Besarnya persis surat kabar biasa, dengan 8 halaman (2 lembar A0 — eh bener ngga ya ukuran A0— setahuku A1 dilipat empat jadi A4 jadi mustinya bener hihihi). Yang pasti membedakan dengan surat kabar biasa yaitu setiap tulisan kanji ada tulisan hiragananya di sebelahnya. Topiknya juga terpilih, topik-topik yang menambah pengetahuan umum. Juga terdapat cerita komik dengan tokoh Ninja Rantarou.

Memang masih sulit untuk Riku, tapi lumayan menghibur saya yang sudah lama tidak memegang surat kabar. Dan setelah Riku pulang sekolah bisa membaca berdua, topik yang menarik sebelum bersama-sama menjemput Kai di penitipan. (Akhir-akhir ini saya mulai dipusingkan  dengan pertanyaan Riku seperti… “Mama kenapa burung hinggap di kabel listrik tidak kesetrum padahal manusia kalau pegang kabel listrik kan kesetrum”. Dan dia tanyanya pas saya lagi mengayuh sepeda. Hayooooo ada yang bisa jawab ngga? Jangan-jangan musti buka buku SD nya semua hihihihi)

Dengan kehadiran surat kabar di rumah, Riku juga ingin meniru membuat (menggambar) surat kabar sendiri…. yang akhirnya malah menjadi komik hihihi.

NB: Penjelasan sedikit mengenai huruf Jepang. Huruf Jepang ada 3 macam, yaitu hiragana, katakana dan kanji. Sekarang Riku sedang belajar hiragana sejumlah 50 buah, setelah itu katakana 50 buah. Hiragana dan katakana ini layaknya alfabet dalam tulisan kita. Aiueonya, tapi hiragana dipakai untuk umum dan katakana untuk nama atau kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kanji (karakter Cina) sendiri jumlah amat banyak. Satu kanji mewakili satu arti, dan perpaduan 2 kanji untuk arti yang lain. Jumlah kanji yang harus dikuasai murid SD sampai lulus kelas 6 sejumlah 1006 huruf.