Ransel Anak SD

30 Mar

Tadinya Gen harus bekerja juga hari Minggu (29 Maret) , jadi aku pun sudah bersiap untuk tinggal di rumah. Malas rasanya pergi ke mal atau supermarket waktu orang-orang libur karena pasti penuh. Pasti sulit mengontrol dua anak balita…. eh Riku sudah bukan balita lagi… so dua anak cilik. Kai memang sudah bisa jalan sendiri, dan karena itu lebih sulit mengawasinya. Terkadang dia sengaja pergi menjauh dan tidak mau datang meski sudah dipanggil-panggil. Dia sering  menatap aku, seakan berkata, “aku ngga mau datang, kamu mau apa?” Benar-benar pandangan anak nakal! Tapi kalau aku ceritakan soal kenakalan Kai (atau Riku dulu) pada Gen, dia selalu bilang, “Kamu kan pernah bilang suka anak nakal?” hehehe. Memang aku pernah bilang begitu tapi dalam konteks nakal = aktif dan kreatif.

Anyway, hari minggu ini ternyata Gen bisa libur. Dan kami merencanakan bahwa ini hari minggu khusus untuk Riku. Jadi pagi jam 8:30 Gen dan Riku sudah berangkat naik sepeda ke T JOY Oizumi, untuk menonton Madagaskar2 jam 9:10 pagi. Aku dan Kai? Di rumah saja… bayangin dong bawa balita ke bioskop… mana bisa. Lagipula aku masih phobia kegelapan jadi selalu menolak untuk pergi ke bioskop. Alhasil sampai dengan Riku dan papanya pulang ke rumah jam setengah 12 siang, rumah sudah kinclong deh (tentu saja dibantu Kai dengan menumpahkan air Aqua ke lantai — makasih nak, memudahkan mama ngepel — atau memercikkan air dari tempat cuci piring ke lantai dapur. Heran deh ini anak kok suka banget main air).

Tapi mereka begitu sampai rumah, langsung pergi lagi ke dry cleaning. Kali ini Riku mau  belajar naik sepeda sendiri. Waktu itu aku sempat menemani dia belajar sepeda (masih pakai roda tambahan) sampai RS dekat rumahku. Nah tempat dry cleaning ini masih agak jauh lagi. Kesempatan bagus untuk berlatih dengan papanya. Cuma kok lama ya? ternyata mereka juga pergi ke toko sepeda untuk menyetel tinggi sadel dan ke taman, serta bermain di situ.

Jadinya kita makan siang baru jam 2 siang. Dan sesudah itu Gen siesta (take a nap)… Yaaaah padahal rencananya mau pergi beli ransel a.k.a RANDOSERU ランドセル untuk Riku. Kasian juga Gen akhir-akhir ini kurang tidur, jadi aku biarkan dia tidur sampai jam 5 sore. Kemudian kami pergi ke “Nitori” Tanashi untuk mencari ransel. Kami tidak mau pergi ke departemen store, karena harga ransel di departemen store rata-rata 50.000 yen. Biarpun ada uangnya, kami tidak mau membuang uang segitu banyak hanya untuk sebuah tas ransel.

Saya pernah menulis soal ransel ini juga di postingan “Beban Berat anak SD Jepang“. Tas sekolah berbentuk tas punggung yang keras dan seragam bentuknya bagi anak SD. Sepertinya tidak ada deh di belahan dunia manapun yang seluruh murid SD nya memakai tas yang sama bentuknya selama 6 tahun. Hanya di Jepang!!!

Sejarah randoseru ini sudah 100 tahun lebih, dimulai dari  Bakumatsu (akhir jaman Edo/ Tokugawa sekitar 1860-an) dengan dimulainya pemakaian tas punggung ala barat “Senou” oleh serdadu Jepang. Pada tahun 1885, sekolah Gakushuin (berdiri tahun 1877) melarang murid-murid diantar dengan becak/ mobil ke sekolah dan mewajibkan murid-murid memakai “Senou” untuk membawa peralatan sekolahnya. Karena dalam bahasa belanda “senou” ini disebut dengan “Ransel”, maka Jepang mengadaptasi nama ini dan menjadi terkenal dengan nama “RANDOSERU”. Tapi bentuk yang dulu lebih menyerupai Rugsack daripada bentuk kotak masif seperti sekarang. Baru tahun 1887 bentuk kotak itu muncul akibat pesanan khusus Perdana Menteri Ito Hirobumi untuk hadiah masuk SD Kaisar Jepang ke 123, Kaisar Taishou ( 1879-1926).

Meskipun demikian, ransel masih merupakan barang mewah untuk anak-anak kota saja. Anak-anak di pedesaan masih memakai Furoshiki (kain segi empat seperti syal) untuk membawa peralatan tulis mereka. Baru pada tahun 1955, ransel dipakai di seluruh negeri, dan merupakan barang mutlak untuk murid SD.

Masuk SD berarti keluar dari keluarga dan masuk dalam masyarakat baru, dan dianggap sebagai satu langkah besar dalam keluarga. Persiapan membeli ransel, alat tulis, setelan jas, meja belajar merupakan kesibukan satu keluarga besar. Kakek dan nenek memberikan angpao dalam jumlah besar untuk membeli ransel, dan semua saudara biasanya juga memberikan selamat (+angpao)  Nyuugaku Iwai 入学祝い.

Ternyata di toko pertama, Nitori itu tidak ada ransel berwarna hitam. Padahal Riku maunya yang hitam. Jadi kami bertanya ke Service Counter, dan oleh petugasnya dijanjikan untuk mencarikan ransel hitam di seluruh cabang toko itu di seluruh Jepang, dan akan menelepon kami besok dengan berita ada atau tidak. Tapi Riku maunya saat itu juga… mengerti juga perasaan dia. Jadi waktu Gen mengajak untuk mencari di  “Shimachu Home Center” aku ok-ok saja. Lebih baik mencoba kan?

Dan untung saja kami coba mencari di tempat itu. Aku juga bisa cuci mata dengan design interior yang lain dengan yang dipamerkan di Nitori. Lebih berwarna dan bervariasi. Jadi pengen pindah rumah nih. Dan ternyata malah di situ tersedia beberapa jenis ransel yang bermerek. Aku ingat sekali merek itu di iklan TV. Tenshi no hane (Wings of Angels) – sayap malaikat. Dengan desain khusus yang memikirkan pertumbuhan tulang punggung anak-anak selama 6 tahun. Ya, ransel itu dipakai selama 6 tahun, jadi memang harus kuat! Dan karena itu bisa dimaklumi kalau harganya mahal. (Dan pikir-pikir tas-tas sepupunya Riku yang satu kotak penuh itu juga makan tempat ya? pasti di Jepang tidak bisa seperti itu. Anak Jepang diajarkan untuk eman-eman …sayang barang) Mungkin maksudnya kalau pakai tas ransel sayap malaikat itu terasa ringan dan melekat ke badan bagaikan sayapnya malaikat. Sayangnya yang pakai ransel itu sebenarnya bukan malaikat, malah bisa jadi setan-setan kecil hihihi. Bisa (Hebat) aja tuh promosinya.

Pulang dari toko itu sudah jam 8, dan Riku mau makan sushi… jadi kami ke resto sushi yang ada dekat rumah. Waktu masuk resto, Gen tanya apa aku bawa kamera. Ternyata waktu aku cari di tas, tidak ada! Padahal aku sudah siapkan sebelumnya. Lupa aku masukkan dalam tas lagi setelah memotret mereka bertiga. Kenapa dia tanya kamera? Rupanya ada menu khusus di resto itu yaitu “Odori Awabi” (Kerang awabi menari – kerangnya dipanggang hidup-hidup didepan kita, sehingga kita bisa melihat kerang itu menciut seakan-akan menari …. sadis ya hehheh). Tapi karena aku lupa bawa kamera, kami tidak memesan “Odori Awabi” itu. Lagipula aku tidak begitu suka makan kerang. Kerang merah bagianku  selalu aku kasih ke Gen.

Karena Riku mau makan desert, aku usulkan ke Gen untuk pergi ke Baskin Robbins 31 saja. Sudah lama tidak makan es krim di situ. Dan ada dua rasa baru aku coba di situ, “Strawberry Choco Dipped” dan “Love on Torte“… yummy. Dan di situ pertama kalinya Kai mengambil sendiri es krim papanya yang rasa coklat. Ternyata favoritnya dia rasa coklat. Kalau Riku lebih suka mint atau mattcha (green tea).

Well buzy sunday, but  untuk Riku merupakan hariyang terbaik… semoga.

20 Replies to “Ransel Anak SD

  1. Hehehe …
    Aku jadi inget tas Echolacku …

    Ini juga berat .. (byanget)
    Bukan disuruh gurunya …

    Tetapi entah kenapa aku membawa SEMUA buku …
    Bukan buku untuk pelajaran hari itu saja

    Hahahaha …
    Trainer Kecil Dodol …

    nh18´s last blog post..SITU GINTUNG

    huaaaahhh echolac… gaya amat kayak babe-babe…
    soal buku dibawa semua kayaknya itu ciri-ciri orang pinter tuh…
    (soalnya aku juga suka gitu hihihi)

    EM

  2. bagusnya tradisi di jepang masih di pertahankan sampe sekarang..coba di sini…kelas 1 SD masih harus di anter sama mamanya sampe kelas 4 malah..mungkin pengaruh jaman kali yah..?? ^_^

    Didien®´s last blog post..iPhone OS 3.0, Dilengkapi dengan Copy Paste

    mungkin SD nya jauh dari rumah? Lagipula keamanan lalulintas di Indonesia kan tidak menjamin keselamatan anak-anak.
    EM

  3. ranselnya unik..bisa muat byk buku juga..
    jd inget dulu wktu masih di SD saya cukup bawa 1 buku, di lipat mjd kecil lalu di masukan ke saku celana hahahaha…simple bukan.. *narsis* ^_^

    Didien®´s last blog post..iPhone OS 3.0, Dilengkapi dengan Copy Paste

    hahahah, trus bukunya stensilan lagi hihihi
    (hmmm ngerti stensilan ngga ya anak-anak skr hehehe)

    EM

  4. Ngeliat perbandingan besar rasel dengan tubuh Riku, aku kok jadi kasian. Gede banget tuh ransel. Jadi, Riku bawa buku yang ada jadwalnya pada hari itu aja ya…
    Jangan semua buku dibawa.
    Hi hi…

    Hery Azwan´s last blog post..Perut Buncit

    Hmmm mungkin dia akan bawa semua bukunya spt omnya yang pinter itu. heheheh
    EM

  5. iya, waktu kecil juga rasanya kalau sudah jalan sampai toko ndak terima kenyataan harus menunggu barang yang terbayang selama perjalanan baru didapat keesokan harinya… ngerti banget riku… ngerti bangeeet…. hehehe….

    tapi akhirnya dapat juga di tempat yang lain. syukurlah… akhirnya riku bahagia (bukan bahaya… *tetep dibahas*)

    aku masih bahaya eh bahagia mba… semoga terus… semoga… salam

    -japs-

    japs´s last blog post..ia bahagia

  6. Wah, tas ranselnya Riku keren 🙂
    Aku jadi ingat waktu SD dulu aku pake tas koper.

    Sekarang kerja malah balik pake tas ransel lagi 🙂

    DV´s last blog post..Blood for Life

  7. Wow.. tasnya Riku bagus deh.
    Letaknya mantap dipunggung Riku.
    Senengnya,..diservis seharian sama Papa dan Mama yaa..

    p u a k™´s last blog post..[Lou] Aku mungkin mencintaimu

  8. 6 tahun 1 tas ..??
    Gak boleh ganti-ganti Mbak,, emang ada yang kontrol ..??
    Gimana sih, saya kok belum jelas ya ..?
    (Oon deh lu Muzda..)

    Hehee,, sorry..
    Saya cuma wonder aja, kenapa di kita gak bisa gitu ya..??

    Muzda´s last blog post..Jomplang !

  9. Bagus euy tasnya… pengen dong.. hahaha…

    Eh jangan makan Odori Awabi dong mba, kasiaaannn (kata lain dari sadis 😀 )…!!!

    mangkum´s last blog post..Hey, Kita Udah Beda!

  10. Mbak Em, baca postingan embak saya jadi banyak belajar budaya Jepang 🙂
    Selama ini saya tahunya pilem doraemon dan Conan aja. Ternyata byk hal menarik ya 🙂
    Thank you mbak !

    Eka Situmorang-Sir´s last blog post..Ayam Goreng buatan Ibu

  11. Itu yang sekolah sebetulnya siapa? Tasnya atau bocahnya? Hihihi…

    Gede banget! 6 tahun? Weh… Awet ya? :p

  12. Setiap melihat ransel anak SD, saya selalu bertanya-tanya di dalam hati.
    Kok tasnya harus gaya gini ya padahal berat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *