Sembelit

17 Agu

Tentu tahu dong bagaimana rasanya sembelit. Bukan yang sembelit dengan arti :sem·be·lit n kantong atau pundi-pundi yg dibelitkan di pinggang: perempuan itu memakai — tapi dalam arti tidak bisa buang air besar.

Nah ternyata si Riku itu mengalami “sembelit” selama 26 hari berada di Jakarta. Dan itu ketahuannya kemarin waktu Tatsuya kun, murid aku di Senshu University datang ke rumah. Terima kasih ya Tatsuya kun yang mau menjadi obat pencahar bagi Riku.

Pertamanya Riku enggan berkenalan dengan Tatsuya kun. Mungkin karena dia masih bermain dengan Dharma, Sophie dan Kei. Tapi waktu aku ajak semua pergi makan di luar, Riku bertindak sebagai host yang baik untuk Tatsuya-kun. Dia menjelaskan semuuuuuuuuuua dalam bahasa Jepang kepada Tatsuya-kun. Mulai dari naik mobil, di dalam mobil, sesampai di restoran, selama makan, seselesai makan, dalam mobil menuju rumah, dan sampai Tatsuya kun pulang naik taxi ke Jaksa, tempat dia menginap. Bener-bener deh….. nyerocos terusssssss dalam bahasa Jepang. Ternyata dia “sembelit” tidak bisa berbahasa Jepang selama ini, membuat dia bertindak seperti itu.

Berikut sedikit percakapan dia dengan si Tatsuya kun yang tentu saja dalam bahasa Jepang,

“Om dulu punya teman banyak?”

“Temanku ada yang namanya Hiro, Ryo, …tapi Ryo ini yang paling suka ngerjain aku.”

“Om suka dengan TK nya om dulu?”

Tatsuya kun: “Saya ada 2 kakak laki-laki loh”

“Wahhh 3 anak laki-laki? Kasihan ibunya ya…repot pasti”  Dari jauh aku terbahak-bahak, you bet it must be difficult.

Tatsuya kun :”Iya ibu saya memang repot”

“Kan ibu kamu harus mengurus 4 laki-laki…susah ya” (Dalam hati aku bilang…YA IBU HARUS MENGURUS 4 BAYI…lucuuuuuu)

………

dalam mobil:

“Om dulu waktu TK punya pacar?”

“Pacar ya? mmmm pernah suka anak perempuan sih”

“Aku ya… aku suka sama yang namanya M.O, dia manis sekali loh. Dan aku selalu deg-degan ketemu dia. Abis dia manis sekali (huh manis apaan…masih ada yang lain yang lebih manis rikuuuuuu). Aku pikir nanti aku kalau besar mau kawin sama M.O.”

“Asyik ya…seneng memang kalau sudah ada pacar….”

(Dan aku harus menahan tawa supaya Riku tidak marah bahwa aku mendengarkan percakapan dia)

26 hari tak bisa berbicara bahasa Jepang, kecuali sama papanya di telepon… dan sama aku. Rasanya seperti sembelit mungkin ya. Tapi di lain pihak aku membayangkan juga…. Aku sudah hampir 16 tahun penuh tinggal di Jepang. Di negara yang aku sukai, dan aku anggap kampung halaman kedua-ku. Dan aku sangka aku senang dikatakan “Imelda sudah seperti orang Jepang” dalam tindakan dan perkataan aku selama ini. Bangga bisa menjadi “Orang Indonesia yang menguasai bahasa dan kebudayaan Jepang dan tinggal lama di Jepang”.

BUT sekarang aku sadari, bahwa aku sebenarnya terlalu memaksakan diri… terlalu berusaha dengan sungguh-sungguh, terlalu banyak beradaptasi dengan lingkungan, dan tidak sadar bahwa aku sudah sampai pada titik jenuh…. bagaikan air gula yang sudah tidak bisa ditambahkan lagi gulanya tanpa harus memanaskannya, atau membuatnya menjadi kental. Dengan satu kata aku ini CAPEK.

Karena ternyata aku juga masih orang Indonesia, yang mempunyai sifat-sifat seperti orang Indonesia umumnya, dan merasa kehilangan kehangatan, kebersamaan, persaudaraan antar manusia yang LUMRAH ada di Indonesia, tetapi sulit sekali didapat di Jepang. Aku juga kehilangan rumah besar yang aku huni selama 24 tahun pertama hidupku, untuk harus tinggal dalam “Usagi goya” —rumah kelinci. (Kalau ini sih kesalahan orang tua saya (perusahaan tempat papa bekerja deh), kenapa sih rumah besar begini…sampai kalau panggil orang harus teriak, atau mengebel ….. benar-benar mengebel dengan kode tertentu, karena tombol bel ada dibagian dalam rumah dan bagian luar, sehingga kalau mau panggil mbak-mbak yang tinggal di pavilyun belakang pakai bel dengan kode dua untuk si mbak A dan 3 untuk si mbak B). Sedangkan rumahku di Tokyo hanya sebesar kamar tamu saja (Itupun sudah cukup besar untuk ukuran tokyo)….

Sekitar 2 minggu berada di Jakarta, Riku pernah tanya…”Ma, kapan kita pulang, aku rindu semua orang Jepang…” kataku, “Yah kamu hitung saja 10 kali tidur, kita sudah akan pulang ke Jepang)

Tapi seminggu sesudahnya, “Ma, kita pulang sebentar ke Jepang. Lalu kembali lagi ya. Aku mau sekolah sama Dharma di sini saja…..” Aku tidak bisa berkata apa-apa (hey nak, kamu orang Jepang)

Dan kemarin aku bilang, “Riku, tinggal dua kali tidur, kita kembali ke Tokyo loh. Riku harus tidur siang, supaya riku tidak tidur malamnya waktu kita masuk pesawat ya. Kalau Riku ketiduran malamnya, mama bisa mati gendong kamu dan Kai (25+12kg =37kg)”

“Asyik ma…kita harus beli oleh-oleh untuk semua loh. Buat Riku, buat papa, beli tas untuk Riku, beli alat-alat tulis untuk ke TK…. “Oi oi,,, itu bukan oleh-oleh namanya…itu BEKAL buat kamu sendiri hihihi.

Setiap orang pernah mengalami krisis identitas. Dan aku tahu Riku dan Kai juga pasti akan mengalami krisis identitas kelak. Semoga saja kedua anakku bisa melewati masa itu dengan baik.

Pagi tadi jam 2 pagi, aku telepon gen … waktu aku cerita Riku mau sekolah di jakarta, dia malah bilang, wah Riku hebat…bisa pikir begitu. Dan waktu aku cerita, bagaimana kalau aku misalnya bekerja di suatu universitas di Yogyakarta sebagai dosen tamu, Gen bilang…asyik…aku jadi pembantu kamu aja deh. Weleh… gaji dosen mana bisa nyewa pembantu kayak kamu.  Aniway, aku juga bersyukur mempunyai keluarga yang masih bisa fleksible tinggal di manapun….. Apa kita sekeluarga bermigrasi ke Selandia Baru saja ya? Maybe ada kerja yang cocok untuk aku dan Gen? who knows….

Semoga aku juga bisa mendapatkan obat pencahar yang bisa menyembuhkan aku dari penyakit yang namanya Capek dan Bosan itu, seperti Riku yang bebas dari Sembelitnya tadi malam.

9 Replies to “Sembelit

  1. Wah … kebayang Riku ngomong bahasa jepang “nyerocos” gitu pasti tambah nggemesin … Lalu selama di Jkt Riku ngomong bahasa apa sama orang lain? Anak2 saya waktu kecil kalau sedang kumpul2 sesama anak2 dalam keluarga besar mereka ngomong bahasa masing2 (ada sunda, jawa, dll.) meski nggak ngerti tapi namanya anak2 kayaknya mereka asyik2 aja tuh. Kita yg dewasa dan ngomong bahasa yg sama masih juga sering salah paham … hehehe

    Bagi anak-anak, bahasa memang tidak penting mungkin ya pak… Riku bicara bahasa Indonesia campur Jepang selama di sini. Tapi tata bahasanya lucu sekali. misalnya “Ini punya Riku… Ini Riku punya mama punya… (ini punya mamanya Riku)”. Tapi namanya anak-anak berantem sih pasti…tinggal tunggu siapa yang nangis duluan heheheh.

  2. Aih aih Riku… Uda bicara soal cewek manis segala…. Pake acara curhat lagi… Lucu banget sih kamu.. (Cubitin pipinya Sis, gemes banget aku)
    Eniwei,
    Sembelitnya Riku bakal terobati sebentar lagi, ya? Kalo Aunty Lala, udah bocor banget nih… Hahaha

    iiiih aunty lala jorok ih…. Riku udah bobo la, nanti aku ciumin aja deh jangan cubitin. Dia manja banget akhir-akhir ini sampe aku ngga boleh urus Kai. BTW Kai mau ditahan di jakarta nih… gimana ya? heheheh

  3. Sayangnya saya cuma bisa wakarimasta, wakarimaseng, sumimaseng, gomen nasai dan tentu saja arigato … kalau nggak pasti sudah bisa ngajak ngobrol Riku …

    hehehe bapak bisa aja… pasti bisa ohayo, konnichiwa dan konbanwa juga kan? Moshi-moshi (halo di telepon). Jangan heran kalau nanti Riku berkata ke bapak, Kumaha damang? . Nanti kalau ke sini lagi, saya ajak ke Bandung dan melihat kampus ITB deh, siapa tahu kelak dia mau kuliah di sana. Amin. (oh ya pak, nanti saya mau minta email pak Nanang Puspito…mau kirim foto jadul)

  4. Saya lega akhirnya mbak bisa berkata juga dengan jujur apa yang mungkin selama ini terpendam di dalam hatimu.

    Dulunya sih saya gagal membuat hati mbak terbuka.
    Masih ingat nggak ya saya coba mengajak mbak berkata suara hatimu waktu kita ketemu untuk terakhir kalinya sebelum mbak pulang ke Jakarta?

    Cara bicara saya waktu itu yang bergaya khotbahlah menjadi penyebab kegagalannya kali.
    Karena itu, pasti yang menjawab juga ikut gaya aneh2 itu, mungkin…

    Mbak jangan sembunyikan lagi ya seribu macam perasaanmu.
    Dan nggak usah pula memaksa dirimu memeran sebagai wanita yang tegar.
    Karena untuk nopang-menopang ada keluarga dan teman-teman yang menyayangimu.
    Termasuk saya.

    Saya sudah siap lho menerima mbak seperti apa adanya!

    Yah melati-san…manusia kan ada genkai nya, ada limitnya. Dia baru sadar kalau sudah melihat garis tersebut, kalau belum kan pasti akan berusaha dan berusaha.Terima kasih banyak sudah mau menerima saya apa adanya…. hehehe

  5. Btw, selama di Indo Riku tambah berat badan nggak ya? Wah, kalau anak2 kan banyak gerak ya, jadi BB-nya stabil.
    He he…
    Terus, makanan favoritnya apa ya?
    Yang pasti bukan kerak telor kan, Ime-chan?
    Aku tebak ya…
    Ehm…Es cendol Elizabeth
    (halah….ini kan di Bandung?)
    Gubrak…

    FYI… Riku turun 3 kg, saya turun 2 kg. Makanan favorit Riku? semua (kata dia loh)… makanan favorit saya? bubur ayam (eh ngga ditanya ya….) hehehe

  6. Emiko Turun 2 kg … dalam Satu bulan …

    Mau turun 10 kilo berarti kamu harus liburan 5 bulan di Jakarta …

    Huahahhaa …
    Udah sampe Jepang kan Em …?
    Selamat Datang kembali di Jepang ..

    Take Care

    kalo aku lima tahun di jakarta? jadi bayi dong heheheh. Terima kasih mas…

  7. dearest imee yg tulisannya selalu enak dibaca……..mudah2an liburan di jakarta bisa bikin nggak cape lagi ya……. gue sendiri selalu kagum lho sama imee yg bisa bagi waktu utk jadi wanita pekerja, ibu & istri yg baik, jadi teman utk kerabat & keluarga…..gue bener2 ikut seneeeeng deh bahwa lo membawa “indonesia” ke dalam keluarga jepang lo, (hehehe krn gue punya temen yg jadi canadian & anak2nya ogah “indonesia”) gue sih pro lo bangeett….semoga semua pengetahuan & pengalaman yg riku & kai dapatkan dari negara ibunya bisa memperkaya batin mereka, biar bisa jadi orang hebat & berguna buat banyak orang ya….. selamat liburan !! jangan cape lagi ya…. santai aja…. lo memang udah baik tanpa harus lo paksakan kok….. santai aja ya… salam lebaraann!!! sori yg tgl 14 ya …. gue udah dipantek di rumah soalnya……..

  8. Sumpah ngakak baca dialognya Riku. Jadi penasaran, cewek yg bikin Riku deg-degan kaya apa sih? hahahahha!

    Tapi kebayang deh “sembelit” yg dialami Riku itu. Aku merasakan hal yang sama saat pulang ke Belitung. Susah banget mau ngomong sesuatu.

  9. Pingback: Torei | Twilight Express

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *