Membaca tulisan Pak Oemar Bakrie soal sense of service, saya ingin mengumpulkan cerita pengalaman menyangkut s.o.s itu yang saya masih ingat.
Memang masalah “sense of service” ini orang Indonesia harus belajar dari orang Jepang. Banyak sekali yang saya bisa ceritakan sebagai contoh, tapi salah satunya terjadi seminggu yang lalu. Saya terlambat mendaftarkan kembali anak saya untuk kelas sepak bola. Lalu guru sekolah Olahraga itu menelepon saya dan menanyakan soal itu (mungkin kalau ini pasti dilalukan juga oleh marketing Indonesia). Saya katakan “Anak saya akan melanjutkan latihan sepak bola dan sekaligus saya pesan baju OR nya”. Supaya jangan terjadi kesalahan sang guru minta supaya saya mengirimkan fax orderan baju OR. Ada 3 item seharga 12.000 yen atau bisa juga hanya membeli celana pendeknya seharga 3.900 yen. Karena anak saya ingin punya baju atasannya juga, maka saya pesan 3 item. Fax…. dan tidak lama lagi sang guru telepon,
“Apakah benar mau 3 item, teman-teman Riku (anak saya) semua hanya membeli celana pendek saja. Kalau Ibu mau bisa diubah (menjadi celana saja)”. Saya katakan”tidak apa, tetap 3 item karena itu menjadi kenang-kenangan kalau dia lulus TK”. Di sinilah yang saya anggap sense of service orang Jepang top. Dia akan memikirkan konsumen bukan pihaknya. Kalau kejadian ini di Indonesia, pasti saya tidak akan dapat telepon, atau si guru pasti tidak akan beritahu bahwa teman-teman yang lain hanya membeli celana saja.
Pengalaman yang lain, waktu saya memesan barang keperluan rumah tangga di Koperasi via internet. Saya memesan satu plastik tissue kotak (isi 5 kotak). Waktu diantarkan ke rumah saya lihat memang ada secarik kertas ketikan yang ditempelkan ke situ, tapi saya tidak curiga apa-apa. Waktu kotak tissue tinggal 2 buah, saya mau membuang plastiknya, baru ketahuan bahwa kertas itu berisi pernyataan maaf. Saya baca lebih detil, ternyata seharusnya tissue yang saya pesan satu kotaknya berisi 180 lebar (two ply), tetapi yang diantarkan hanya berisi 168 lembar, jadi kurang 12 lembar setiap kotaknya (12×5 = 60 lembar). Dan untuk itu pihak koperasi mengurangi harga tissue tersebut sebesar 18 yen. Duuuh, saya juga tidak ingat, atau tepatnya tidak membaca dengan teliti seharusnya ada berapa lembar tissue dalam satu kotak. Seandainya pihak koperasi tidak menulis itu juga pembeli tidak akan sadar/ tahu. Kalau di Indonesia sudah pasti tidak ada pemberitahuan seperti begini (kesannya apatis sekali ya?)
Pembeli adalah Raja, benar-benar diterapkan di sini. Bukan hanya slogan belaka.
Bukan Main ya Mi …
Etos kerja yang patut ditiru oleh orang Indonesia …
Someday …
Someday …
Mudah-mudahan kita sampai ke taraf itu ..
Salam Saya Mi …
**** semoga mas….meskipun sulit rasanya dan butuh wkatu entah berapa lama. abis mentalnya gitu sih
Wah ini cocok banget buat tukang koran yang sudah beberapa kali terlambat antar. Telatnya nggak cuma sejam dua jam, bisa sehari, pernah juga dua hari! Seperti pagi ini, tak ada koran… Hhhh… Dan tak pernah kasih penjelasan apalagi minta maaf d’oh! Bulan ini terakhir deh langganan sama dia. Sorry jadi curhat colongan.
Kalau tukang koran baru antar dua hari sesudahnya ya basi atuh beritanya. Mending ganti aja Yoga.
EM
Memang sense of service di Indonesia masih sangat buruk.
Tapi masih ada juga kok mbak yang memberi pelayanan dengan baik, sayangnya jarang…
Hehe…
irna´s last blog post..Hilang
Iya dan biasanya yang pelayanannya baik adalah pedagang keturunan…. pelayanan baik = laku =menimbulkan iri hati
lingkaran setan deh
EM
kalo kehilangan dompet atau topi, dsb di jepang insya allah kita ga perlu khawatir soalnya orang2 jepang banyak yg jujur sih…
wah hebat banget yah di jepang
SOS sudah menjadi budaya, beda banget di Indonesia, banyak penjual yang sering kali sengaja mengecoh konsumen
…
masalah pelayanan orang Jepang emang top deh..
udah budaya kali yah…
apa di pelajaran sekolah juga di ajarin yah..?
kalo di indo pembeli adalah raja penjual adalah dewa hihihi
…
tisu cuma sekian lembar pastilah dianggap sepele sama orang sini
apalagi bukan duit dia ini yg keluar belinya kan
bener tuh kata Ata, pembeli adalah Raja, tapi penjual adl dewa xixixi